2009 : Pemimpin Populer?

Pesta rakyat diambang mata. Berbagai partai politik sibuk mengampanyekan dirinya. Mendeklarasikan dirinya sebagai calon legislatif sampai calon presiden. Iklan-iklan mengincar popularitas bertebaran dimedia massa. Animo masyarakat pun semakin tinggi. Obrolan dikalangan kaum elit, mahasiswa, sampai tukang kopi pun ikut terikat oleh sihir dunia politik. Siapa yang jadi presiden, partai apa yang terbaik, kritik calon presiden, dsb menjadi bahan perbincangan yang hangat. Media massa menyanggupi gairah masyarakat akan pemilu 2009, berbagai acara dimunculkan, eksploitasi besar-besaran dan sungguh ini adalah lahan emas bagi perusahaan yang bergerak dibidang media. Berbagai narasi dilontarkan. Rakyat era globalisasi pun menelan semua informasi tanpa dikaji terlebih dahulu. Media massa layaknya kitab suci yang selalu benar. Maraknya kampanye para calon legislatif dan eksekutif dimedia massa hanya mengincar popularitas! Popularitas menjadi jalan baru didunia politik untuk mendapat simpati rakyat. Popularitas, popularitas, dan popularitas! Semua sibuk dengan popularitas baru! Polularitas menjadi langkah disayang rakyat. Paradigma yang aneh saat melihat kondisi bangsa saat ini. Partai politik sibuk serang menyerang mengatasnamakan kepentingan rakyatdibalik mengincar popularitas. Tak jarang kritik pun dilontarkan untuk pemerintah yang sedang berkuasa. Partai oposisi pemerintah mulai bermetaformosis dari pengkritik dan pemberi jalan baru menjadi upaya menjegal pemerintah. Menarik simpati publik dengan melecehkan pemerintah yang sedang berkuasa. Apa benar 6 juli 2009 kita mendapat perubahan dengan pemimpin baru? Atau akan adakah perubahan dengan pemimpin lama yang berkuasa kembali? Sebuah integral pemikiran saat melihat realita bangsa. Ya! Semua sibuk mengampanyekan dirinya ber-asaskan kepentingan pribadi. Mencari kepuasan akan nafsu memimpin. Kapabilitas menjadi hal terbelakang, Popularitas jalan terdepan! Apa kita butuh pemimpin yang populer? Apa bangsa kita menjadi semakin baik akan pemimpin yang hanya mengandalkan popularitas?

Hal yang sungguh sulit dicerna dengan akal sehat. Layaknya anak muda yang tidak punya prestasi dibidang akademik tapi menjadi bandel agar diperhatikan oleh sekitarnya. Cari perhatian! Berharap simpati rakyat. Bangsa yang sedang bergejolak ini tidak butuh pemimpin populer! Atau janji-janji kosong! Maupun kebohongan-kebohongan akan harapan. Sakit rasanya melihat seorang lelaki tanpa segelintir benang ditubuhnya tertidur dipinggir jalan kota bandung yang dingin beralaskan tanah dan beratapkan langit. Atau seorang ibu yang berusaha tegar dipinggir jalan ibukota menidurkan ke-2 anaknya dipinggir jalan. Tapi didepannya bendera-bendera sampah partai politik menjadi penghias jalan! Dan sebuah reklame besar dan foto seorang calon legislatif tersenyum kearah lelaki yang memeluk dirinya karena tak kuat akan dinginnya kota bandung. Sakit rasanya! Foto besar yang tersenyum tersebut mengempanyekan dirinya, tapi didepannya seorang laki-laki tanpa penghasilan, tanpa busana, telanjang, dan harus kuat menghadapi kehidupan. Apa itu sosok seorang pemimpin? Pemimpin yang turun kemasyarakat dengan sebuah foto yang tersenyum, mengincar popularitas, padahal rakyatnya harus ter-engah-engah untuk hidup?

Disini penulis mengajak, di era global, kita tidak boleh membenarkan semua hal di media massa tanpa dicerna terlebih dahulu. Saya juga mengajak saudara-saudara untuk tidak memilih calon legislatif maupun eksekutif berdasarkan popularitas, termakan oleh iklan-iklannya, atau ajakan teman semata. Sadarlah dinegara demokrasi ini, satu suara akan berpengaruh untuk kehidupan kita kedepannya. Kenalilah calon penguasa negeri ibu pertiwi ini. Sehingga kedepannya kita bisa menjadi bangsa yang lebih baik lagi, dipimpin oleh orang yang benar-benar punya kapabilitas untuk kemajuan bangsa yang kita cintai ini.

Komentar