Mencari Pemimpin Berjiwa Muda, dalam Semangat Sumpah Pemuda

tulisan ini sebenarnya untuk mengikuti salah satu lomba tahun 2008, sayangnya kalah.

Tanggal 28 oktober 1928, inisiatif dari para pemuda indonesia mendeklarasikan semangat persatuan terwujud dengan adanya sumpah pemuda. Semangat untuk bersatu, dan lepas dari penindasan, penjajahan, pengusaan. Satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa! Rasa kebersamaan dalam penderitaan, membuat para pemuda saat itu menjadi lebih kritis. Jiwa pemuda yang meledak-ledak pulalah yang memaksa para pemimpin tua untuk mempercepat kemerdekaan bangsa indonesia setelah mendengar bahwa jepang telah kalah dari sekutu. Sayangnya setelah itu terjadi bentrok perbedaan pandangan antar generasi tentang langkah-langkah yang harus ditempuh dalam memproklamasikan kemerdekaan. Untungnya ketidakpercayaan golongan tua terhadap golongan muda akhirnya runtuh, dan akhirnya para pemimpin golongan tua tersebut menyetujui agar segera memproklamasikan kemerdekan indonesia yang terealisasikan di tanggal 17 agustus 1945. Semangat, ketergesa-gesaan yang tanpa pikir panjang, tidak kompromi, dan jiwa untuk mengubah indonesia menjadi lebih baiklah yang akhirnya dapat mewujudkan sumpah pemuda dan hari kemerdekaan indonesia. Peran-peran pemuda pada saat itu bagaikan seorang pahlawan dan tidak akan terlupakan dalam sejarah. Semangat nasionalisme para pemuda jaman dulu mulai tak dirasakan di masa sekarang. Padahal, di jaman itu, para pemuda sangat tinggi rasa nasionalismenya.

80 tahun setelah sumpah pemuda tersebut, dan 63 tahun bangsa kita merdeka, indonesia sudah mengalami berbagai macam peristiwa dan pergantian pemimpin. Dan sayangnya semangat dan peran para pemuda jaman itu seperti terhempas angin yang hanya ditulis dalam sejarah dan dibaca di sekolah. Peran pemuda makin hilang dikikis waktu. Kesempatan para pemuda untuk maju dalam garis terdepan, dilecehkan, dan mereka pun di anggap sebagai anak kemarin sore, anak kecil yang kurang akan pengalaman. Rasa senioritas dalam kacah politik semakin terasa, Yang tua yang berkuasa. Ide-ide segar para pemuda seakan di acuhkan. Pelajaran dari negara-negara luar yang mengalami kemajuan ketika dipimpin oleh para pemimpin muda seakan tak memberi arti. Mantan perdana menteri inggris, Tony Blair memulai pemerintahannya di umur 44 tahun, dan membawa inggris menjadi maju dari segi ekonomi, dll. Presiden kulit hitam pertama amrika serikat, Barack obama saat ini berumur 47 tahun yang menjanjikan akan adanya perubahan di negara adidaya tersebut. Beliau berhasil mengalahkan rivalnya yang berumur jauh dari dirinya, yang bahkan bisa dianggap sebagai seniornya, John McCain. Kesederhanaan Presiden Iran, Mahmud ahmadinejad (47), menularkan semangat mudanya untuk berani menantang dunia dengan terus mengembangkan riset tentang nuklir. Kisah ini bertolak belakang dengan para presiden indonesia dalam satu periode terakhir. Sebut saja ibu Megawati Soekarno Putri yang memimpin indonesia tahun 2001-2004. Saat awal kepemimpinannya beliau berusia 54 tahun. Sayangnya selama memimpin indonesia, ibu Mega tidak melakukan banyak inovasi. Bahkan mengundang banyak kontroversi karena banyak sekali aset negara yang dilego pada pihak swasta asing, termasuk aset negara yang penting di bidang telekomunikasi, PT Indosat. Sebelumnya di era Abdurrahman Wahid, yang saat itu memiliki cukup legitimasi untuk mengemban amanat reformasi. Citranya sebagai tokoh yang benar-benar bersih ternyata tidak banyak membantu kepemimpinan yang ia emban. Terlalu banyak musuh, bahkan di ajaran kabinetnya sendiri, sementara dari pendukungya di parlemen, Gus Dur, tidak banyak mendapat jaminan dukungan. Usia yang sudah dapat dibilang tua pada era kepemimpinannya saat itu juga tidak memberi banyak inovasi, tapi malah banyak kontroversi. Berbagai kontroversi yang dibuatnya, seperti menyebut anggota DPR RI seperti anak Taman Kanak-kanak, membuka hubungan dagang dengan israel, negara yang dibenci mayoritas rakyat indonesia. Yang pada akhir jabatannya dari presiden di cabut oleh parlemen pada juli 2001. Calon presiden di 2009 nanti juga sepertinya tidak akan jauh berbeda dari era sebelumnya. Para calon presiden yang sudah mendeklarasikan dirinya sebagai calon presiden 2009 umurnya berkisar 50-60 tahun. Hal ini bila diteruskan tentunya tidak akan membuat bangsa kita menjadi lebih baik. Beberapa nama yang sudah mendeklarasikan dirinya sebagai presiden antara lain Susilo Bambang Yudhoyono (60) yang saat ini masih menjadi pemimpin negeri ini , Megawati Soekarno Putri (61) yang kembali mencalonkan diri dari PDI-P, Prabowo Subianto (57) yang gencar dengan iklannya mengandeng petani dan didukung Partai Gerindra, atau Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang bernama asli Raden Mas Herdjuno Darpit, yang baru-baru ini mendeklarasikan dirinya menjadi calon presiden 2009-2014. Sekarang usianya 62 tahun. Nyaris tidak ada calon presiden berumur 40an (yang masih penulis anggap muda adalah umur sebelum 50 tahun). Bahkan pendiri komite bangkit indonesia, yang juga calon presiden dari Partai Bintang Reformasi, Rizal Ramli saat ini berusia 55 tahun. Begitu pula mantan aktivis ITB era 80an, Fadjroel Rahman dari partai independen yang usianya sekitar 50an.

Sulitnya para pemuda untuk bersaing menjadi pemimpin tanah air ini menjadi fenomena memburuknya keadaan bangsa. Peran pemuda indonesia yang sudah banyak berperan dalam membangun negeri ibu pertiwi ini terkikis oleh waktu. Padahal, sampai saat ini para pemimpin tua negeri ini tidak memberikan sesuatu yang berarti untuk kemajuan indonesia. Kemiskinan dimana-mana, kesenjangan sosial semakin menjadi, hukum bisa dibeli, ekonomi dijajah investor asing, dan pendidikan semakin mahal.

Ketidakadanya para calon pemimpin muda ini penulis bisa meramalkan indonesia tidak akan bergerak jauh dari sekarang. Padahal, 36 partai mengusung kata perubahan. Perubahan untuk bangsa ini bergerak menjadi lebih baik. Tapi, tidak akan ada perubahan tanpa Pemuda! Dan tidak banyak pemuda yang menonjol dalam partai. Bahkan kaderisasi di partai untuk para pemuda pun tergolong sulit, hanya Partai Pemuda Pancasila yang serius mengkader insan-insan muda indonesia dengan ideologi pancasilanya. Sayangnya hal ini malah disalah gunakan oleh anak-anak muda tersebut, dan malah menjadi pentolan-pentolan jalanan. Regenerasi politik negeri ini tidak berjalan dengan baik! Senioritas golongan tua dan sempitnya kesempatan untuk para pemuda menjadi masalah utama macetnya regenerasi kepemimpinan.

Soekarno pernah berkata, ‘berikan aku 10 pemuda, akan kugoncang dunia!’ yang ditiru oleh ibu mega saat memperingati hari sumpah pemuda kemarin, 28 oktober 2008, ‘berikan aku 100 pemuda, kita pindahkan gunung!’ ke dua pernyataan ini bisa kita ambil kesimpulan, bahwa semangat pemuda sangat besar artinya. Sehingga hal yang tidak mungkin pun bisa menjadi mungkin. Sayangnya kehebatan pemuda mewudkan hal-hal yang dinilai sulit ini mulai terkubur. Rasa pesimis dan kurang percaya dari golongan tua menjadi penghambat. Sehingga untuk seterusnya golongan tualah yang selalu memimpin. Dan lama kelamaan hal ini menjadi budaya, yang tua yang memimpin.

Rasa nasionalis para pemuda saat ini juga mulai terkikis. Perbedaan jaman saat dulu ketika masih dijajah menjadikan mereka berbeda dengan pemuda jaman ini. Hal ini di gambarkan oleh Bung Hatta bahwa cepat matangnya pemuda indonesia jaman kolonialisme dalam politik ialah sifat dari masyarakat kolonial itu sendiri. Pemuda itu sudah sangat cepat mengenal kenyataan pahit yang dilihat dengan mata kepalanya sendiri dan penderitaan dari massa yang tertekan. Ia merasakan dan memahami kesedihan dan penderitaan bangsanya. Karena itu timbul rasa untuk mengubah itu semua dan mempersiapkan diri untuk tugas-tugas besar dan lebih memikirkan bangsanya. Bung Hatta secara berbeda menggambarkan pemuda yang hidup di barat (yang penulis gambarkan sebagai pemuda masa kini) di mana kehidupan serba bebas dan segala kenikmatan bisa dikecap dengan mudahnya. Sehingga mereka kurang bertanggung jawab dalam menghabisi masa mudanya.

Politik dilihat para pemuda saat ini sebagai sumber uang. Padahal, hakekatnya uang adalah balas jasa dari kegiatan kita untuk memberi yang terbaik untuk bangsa. Politik keluarga pun marak terjadi, sebut saja Puan Maharani yang merupakan anak dari Ibu Mega, dan menjadi salah satu calon legislatif dari PDI-P. Bahkan Ibu Mega sendiri adalah anak kandung dari proklamator indonesia, Soekarno. Hal-hal mengenai politik yang sering menjadi obrolan keluarga tersebut mungkin menumbuhkan cita-cita menjadi seorang politikus. Sayangnya hal ini terkadang tanpa diikuti oleh gelar pendidikan yang jelas dan mengandalkan nama besar keluarga.

Akan tetapi mengingat terjadinya stagnasi pelaksanaan demokrasi dan sistem politik pasca reformasi, maka selayaklah dipikirkan pentingnya mencari pemimpin muda alternatif. Publik tidak puas dengan pemimpin muda saat ini yang dinilai tidak kritis menghadapi segala persoalan bangsa. Tapi mayoritas publik masih optimis bahwa tokoh muda akan mampu memimpin bangsa ini menjadi lebih baik daripada tokoh-tokoh lama yang mendominasi kacah politik selama ini. Mayoritas masyarakat juga menilai peristiwa 98 atau yang dikenal reformasi cukup berhasil melahirkan tokoh-tokoh muda di dunia politik. Namun sampai saat ini hanya sedikit pemimpin dari golongan muda yang berhasil menerobos jejaring struktur politik yang dikuasai tokoh-tokoh mapan negeri ibu pertiwi ini. Sangat ironis sekali, karena reformasi yang dipelopori oleh kelompok muda angkatan 1998 ternyata kurang berhasil melahirkan pemimpin muda yang memiliki eksistensi. Bahkan, tidak sedikit yang mempertanyakan kemana kaum pemuda saat itu yang berteriak nyaring menuntut reformasi. Sebagian lagi juga mempertanyakan, di mana dan apa yang di lakukan para reformis yang sekarang berkuasa.

Walaupun begitu, hal yang perlu dicermati dalam kepemimpinan kaum muda ini adalah bahwa para pemuda tidak boleh hanya berpangku yangan menanti kesempatan. Kaum muda sendiri harus berusaha dalam hal meningkatkan kapabilitas dan kemampuannya dalam memimpin. Karena sebenarnya para pemimpin tua juga proses kaderisasi yang ada, justru mendukung adanya kaum muda yang berani, kritis, dan mampu mengambil alih estafet kepemimpinan. Meningkatnya jumlah kelompok muda yang menjadi anggota DPR (Dalam hal ini berumur kurang dari 40 tahun) periode 2004-2009 menjadi bukti bahwa meningkat pula harapan masyarakat terhadap golongan muda yang meningkat menjadi 17% dari periode sebelumnya yang hanya 11%. Jadi sekarang kaum kaum muda lah yang harus menerobos dinding tebal dan membuat kesempatan sendiri untuk memimpin negeri ini dengan segala kemampuan kapabilitas yang cukup, baik dalam hal intelektual maupun kecakapan berorganisasi.

Pada hakikatnya muda adalah saat kita menjadi dewasa, mandiri, dan terjadinya perubahan-perubahan dalam hidup. Muda adalah semangat dan memiliki gafasan yang selalu segar dan baru. Muda adalah jiwa untuk berubah! Karena itulah, jiwa-jiwa muda yang akan bisa memberikan perubahan bagi bangsa kita seperti halnya dalam pemuda indonesia yang memberikan warna perubahan. Bangkitalah para pemuda indonesia! Bangkitlah
jiwa-jiwa muda yang haus akan perubahan! Jiwa yang akan merubah bangsa ini menjadi lebih baik. Karena tidak akan ada perubahan tanpa para pemuda! MERDEKA!

Komentar