Keberhasilan Daerah, Alokasi Dana Desa (ADD) & Penerapannya di Kebumen


Otonomi daerah dan alokasi dana desa
Sejak adanya otonomi daerah di Indonesia, setiap pendekatan pembangunan mulai diarahkan dari pendekatan yang selama ini bersifat top-down menjadi pembangunan yang bersifat bottom-up. Sehingga setiap daerah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya dan termasuk salah satu haknya untuk mengelola kekayaan daerah dan sumber-sumber pendapatan lainnya yang sah (Menurut UU 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah pasal 21 tentang hak dan kewajiban daerah). Hak daerah untuk mengatur keuangannya masing-masing ini kembali didukung oleh peraturan menteri dalam negeri nomor 37 tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan desa. Salah satunya adalah alokasi dana desa (ADD) yang termasuk dalam pendapatan desa yang sah yang bersumber dari dana keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk desa minimal 10% dan bertujuan untuk meningkatkan pembangunan perdesaan,menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan, juga sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mengelola dan mengontrol keuangan yang ada untuk dapat diterjemahkan dalam bentuk pembangunan desa. Singkatnya ADD ini adalah salah satu tools pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di era pembangunan bottom-up melalui metode pengelolaan dan pengontrolan keuangan untuk pembangunan desa.

Kemudian yang menarik adalah ternyata sebelum pemerintah mengeluarkan peraturan tentang ADD, kabupaten Kebumen telah memulainya terlebih dahulu. Berkat dorongan dari masyarakat kebumen untuk mengelola keuangan sendiri untuk menyejahterakan masyarakat. Berikut adalah ringkasan perjalanan sukses ADD di kabupaten Kebumen berdasarkan penelitian dari pusat penelitian sosial AKATIGA.

Alokasi dana desa di Kabupaten Kebumen
Hal yang menarik di Kebumen adalah perjuangan masyarakat setempat untuk meng-goal-kan ADD yang sudah dimulai sejak tahun 1998, dimulai dari gerakan masyarakat yang menuntut pejabat-pejabat desa yang korup untuk diturunkan dan menuntut untuk di adakannya reformasi dan pada tahun 2000 oleh kepada desa Tanjung Sari,kecamatan Petanahan, Amirudin yang mengutarakan konsep ADD walaupun belum terkonsep dengan baik. Namun Amirudin dapat menggalang forum komunikasi perangkat desa se-kecamatan Petanahan dan menyampaikan aspirasinya ke DPRD kabupaten Kebumen. Namun usulan ini ditolak oleh Bupati Kebumen, Rutriningsih karena tidak ada landasan hukum untuk mengelola keuangan di desa.

ADD kembali diperjuangkan oleh forum komunikasi PERKASA (perangkat desa se-Kebumen) yang dibantu oleh LSM Lembah Lokulo ke DPRD lewat diskusi dan komunikasi yang intensif. Para penggagas dan penggerak perjuangan ADD ini juga mendorong partisipasi masyarakat dengan sosialisasi kedesa-desa tentang ADD untuk ikut serta dalam perjuangan ADD ini. Perjuangan suksesi ADD ini juga melihat momentum yang ada, yaitu momentum LPJ Bupati tahun 2002 yang mengetahui adanya SILVA (sisa anggaran pembangunan yang tidak terserap) sebesar Rp 56 Milyar yang mampu untuk merealisasikan anggaran ADD, lalu momentum adanay P2TPD (Program prakarsa pembaruan tata pemerintahan daerah) yang akhirnya membentuk tim perumus draft ADD yang secara formal dikukuhkan dengan SK dan didalamnya termasuk para penggerak-penggerak suksesor ADD. Momentum terakhir yang dimanfaatkan adalah pelaksanaan pemilu tahun 2004, DPRD sibuk untuk berkonsentrasi terhadap pemilu sehingga menunda pengesahan ADD. Akhirnya para pengusung ADD menggerakkan para kades dari seluruh desa beserta perangkanya dan berhasil menggerakkan sekitar seribu orang untuk berdemo. Akhirnya gerakan ini berhasil, perda disahkan pada detik-detik terakhir menjelang pemilu 2004.

Perda nomor 3 tahun 2005 tentang Alokasi dana desa akhirnya disahkan pada bulan Maret 2004. Namun setelah disahkan terpaksa harus direvisi kembali karena ADD yang ada mengisyaraktan alokasi ADD adalah 10% dari total APBD padahal didapat perda yang ada seharusnya alokasi ADD minimal 10% dari ABPD setelah dikurangi oleh urusan wajib. Akhirnya pada tahun 2006, meskipun revisi masih dilakukan, desa masih berjuang untuk merebutkan anggaran melalui program dana kemandirian dan pemberdayaan masyarakat (DKPM) yang dipergunakan sebagai bahan uji coba ADD dengan format yang serupa seperti ADD.

Pada tahun 2007, ADD di Kebumen dilaksanakan, alokasi ADD berjumlah Rp 33 M atau 18,9% dari dana APBD setelah dikurangi unsur wajibnya. Di tahun 2008, jumlah dana ADD meningkat menjadi sekitar Rp 37 M. Dan ditahun 2009 jumlahnya sama dengan jumlah dana pada tahun 2008. Pemerintah yang awalnya enggan merespon permintaan masyarakat untuk merealisasikan ADD ternyata sekarang mulai beralih untuk mendukung kegiatan-kegaiatan yang berupaya untuk memperkuat basis desa, termasuk ADD, dan merencanakan BAPEMADES untuk membuat program desa mandiri dengan membuat suatu desa menjadi desa model. Pemilihan desa model ini bekerja sama dengan FORMASI (Forum masyarakat sipil,hanya diperuntukkan untuk aktifis dan LSM) dengan indikator-indikator sebagai desa model seperti : desa yang memiliki komitmen terhadapt pembangunan desa, mempunyai potensi sumber daya alam yang bisa dikembangkan, dan mau membuat BUMDes (Badan usaha milik desa). Gerakan FORMASI ini tidak hanya untuk membantu pemerintah dalam mencari desa model, namun juga bertujuan untuk menguatkan partisipasi agar ADD dapat memenuhi kebutuhan dasar dan partisipasi sehingga pihak luar yang ingin belajar mengenai anggaran partisipasi dapat belajar di desa-desa Kebumen (tidak belajar di FORMASI lagi). Bahkan kepala BAPERMADES menyatakan bahwa FORMASI sukses membangun perencanaan partisipatif di desa melalui program pendampingannya dan berharap perencanaan desa dapat mencapai skala dusun ataumungkin RT/RW,sehingga perencanaan pada tingkat desa berasal dari akumulasi tingkat dusun ataupun RT/RW.

Tantangan kedepan di kabupaten Kebumen adalah bagaiman untuk menilai pencapaian ADD ditinjau dari keberhasilannya memecahkan permasalahan kemiskinan di desa. Namun walau terlihat prosentase angka kemiskinan di Kabupaten Kebumen yang berkurang 1% sejak diberlakukannya ADD dan meningkatkan indeks pembangunan manusia kabupaten Kebumen dalam skala Jawa Tengah, tidak dapat dipastikan hal itu adalah dikarenakan oleh ADD,mengingat adanya program-program yang dirancang juga untuk mengentaskan kemiskinan, seperti PNM,dana bantuan institusi vertikal, dan P2P (dana bantuan untuk pemugaran rumah). Kekurangan data pemerintah daerah terhadap jumlah masyarakat miskin sebelum adanya ADD dan sesudah ADD dilaksanakan, membuat parameter keberhasilan ADD ini hanya dilihat dari sudut pandang administratif, rumusan rencana di RPJMDes yang disusun oleh desa, dan observasi langsung untuk melihat perubahan fisik pada desa.
Bagaimana FORMASI tetap mendampingi masyarakat desa di Kabupaten Kebumen juga menjadi sorotan penting walaupun desa sudah bisa menganggarkan dana ADD,namun FORMASI memiliki peran penting karena bisa dibilang satu-satunya organisasi yang masih konsen untuk melakukan pengawalan dan menjaga terus partisipasi masyarakat yang berkembang di desa-desa Kabupaten Kebumen dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan dasar yang ada di desa.

Sumber gambar: http://fk-bk.blogspot.com/2013/12/2014-alokasi-dana-desa-di-kebumen-naik.html

Keberhasilan dari suksesi ADD di kabupaten Kebumen adalah salah satu contoh di Indonesia tentang keberhasilan partisipasi masyarakat untuk mengintervensi kebijakan yang ada. Penelitian yang hari berkembang adalah tentang peran pemimpin daerah dalam memimpin daerahnya. Sehingga dirasa faktor leadership menjadi faktor penting dalam keberhasilan daerah. Tapi ini berlaku sebaliknya di kabupaten Kebumen. Bukan berarti Rutriningsih,Bupati Kebumen, buruk dalam leadership, namun keberhasilan dari sebuah perencanaan dan kebijakan publik adalah peran dari stakeholder yang ada. Dan masyarakat kebumen berhasil membuktikan, sebagai salah satu stakeholder yang mendorong terciptanya kebijakan publik.

Jadi, keberhasilan dari suatu daerah tidak hanya ditentukan dari kepemimpinan pimpinan daerah atau pemerintah, namun dapat juga dari stakeholder lain, seperti masyarakat ataupun swasta yang mampu mendorong kebijakan publik sehingga menuai hasil keberhasilan di daerah.

Sumber :
Laporan’Perjalanan panjang reformasi – Jaminan kesehatan Jembrana di Kabupaten Jembrana dan alokasi dana desa di Kebumen’ oleh AKATIGA dan PKM
ADD dan problematika desa oleh Imam Yudhianto Soetopo
Permendagri no.37/2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan desa
UU no.32/2004 tentang pemerintahan daerah

Komentar