Andai Aku Jadi Gubernur DKI Jakarta (bagian 1: mengatasi kemacetan)

Sekarang, ya sekarang, bahkan dari kemarin berita tentang pemilukada gubernur DKI Jakarta selalu hot untuk diberitakan di media massa, bahkan beritanya bukan hanya jadi obrolan penduduk jakarta, tapi juga orang-orang diluar jakarta. Ya wajar saja, selain kontenstan sekarang memiliki nama dikancah nasional (ada yang mantan ketua MPR, ada gubernur dan walikota daerah lain, ada gubernur DKI yg sekarang juga, ada pula ekonom senior), Jakarta juga punya gaya tarik tersendiri sebagai metropolitan dan ibu kota negara Indonesia yang berfungsi sebagai pusat aktivitas pemerintahan dan ekonomi.

Okelah, ditengah euforia pemilukada DKI, bolehlah momentum ini saya manfaatkan untuk berandai-andai---daripada berandai yang enggak-enggak, mending berandai-andai kalau saya jadi gubernur DKI, hahaha, cem acara tipi berjudul jika aku menjadi (gubernur DKI). Mungkin saja ada satu-dua ide yang menarik untuk DKI Jakarta, amin. Baik, kita mulai acara paling bergengsi dan terbesar di saentro galaksi bima sakti, andai aku menjadi gubernur DKI!!!!!!

3
2
1
ACTION!

Kalau saya jadi gubernur DKI, pasti saya sadari betul yang menjadi masalah di Jakarta itu adalah banjir dan kemacetan. Keduanya isu strategis, faktanya keenam calon gubernur DKI sekarang pasti memiliki gagasan masing-masing untuk mengatasi dua masalah utama kota Jakarta tersebut, karena kedua masalah ini banyak menjadi konsentrasi masyarakat yang terkena dampak dari kedua masalah tersebut. Berikut gagasan saya jikalau aku menjadi gubernur DKI....

Mengatasi Kemacetan : Program-program non-fisik

Berapa jumlah kendaraan di Jakarta? Saking banyaknya saya pun tak pernah temui angka pasti jumlah kendaraan bermotor di Jakarta di internet (seriusan!). Yang pasti secara kasat mata dapat dilihat bahwa volume kendaraan bermotor di Jakarta membludak hari per hari, bahkan plat kendaraan bermotor di Jakarta sudah mencapai tiga huruf dibelakang. Tak sedikit pula dijumpai bahwa kendaraan bermotor seperti mobil hanya ditumpangi oleh 1,2 orang, padahal mobil menghabiskan panjang sekitar 3 meter dan mampu menampung orang 4-8 orang. Itu baru mobil, belum lagi jumlah motor di Jakarta, yaa okelah sudah ada kebijakan kenaikan uang muka kredit sepeda motor yang diharapkan dapat menahan laju sepeda motor baru, terutama di Jakarta. Tapi rasanya kebijakan tersebut belum pula efektif karena konsumsi kendaraan bermotor masih cukup tinggi ditambah harga bahan bakar yang sebenarnya relatif terjangkau oleh masyarakat (terutama masyarakat Jakarta). Sehingga masih bisa kita asumsikan bahwa jumlah kendaraan bermotor di Jakarta masih akan terus bertambah walalu mungkin laju penambahannya tidak secepat dulu.

Volume kendaraan bermotor yang bertambah di antisipasi oleh Gubernur DKI periode hari ini dengan menambah 6 ruas jalan layang di Jakarta, efektifkah? bagi saya tidak. Mungkin logika sederhana mengutarakan jika volume kendaraan bermotor bertambah maka cara untuk mengurai kemacetan ialah menmbah ruas jalan. Tapi bagaimana jika laju volume kendaraan bermotor baru terus bertambah? tentu cara konvensionel dengan menambah ruas jalan tidak bisa terus di andalkan karena lahan yang terbatas.

Lalu, bagaimana mengatasi kemacetan di Ibu kota? pertama-tama pahami paparan di atas bahwa sumber masalahnya ialah laju pertambahan kendaraan bermotor baru, artinya seluruh sumber solusi mustilah bermuara untuk mengurangi volume kendaraan bermotor atau beralih moda transportasi. Berikut ide-ide saya untuk mengurangi jumlah kendaraan bermotor:

a. Disinsentif untuk pengguna kendaraan pribadi
Sudah berapa lama Jakarta memanjakan kendaraan pribadi? lihat saja, program seperti penambahan jalan tol yang hanya dapat digunakan oleh mobil sehingga menambah jumlah mobil di Jakarta atau memprioritaskan pengelolaan jalan raya dibandingkan trotoar yang rusak dan bolong. Semakin lama pengguna kendaraan pribadi semakin eksklusif dan pengguna transportasi publik ataupun pejalan kaki, pesepeda,dsb semakin termarjinalkan. Sudah jelas masalah terdapat pada orang-orang yang menggunakan kendaraan pribadi yang jumlahnya tak terhitung (bahkan di google yang katanya tahu semua). Pastilah salah kalau yang salah justru diberi kemudahan untuk terus berbuat salah! Harus ada program-program untuk memberikan disinsentif kepada para pengguna kendaraan pribadi, seperti harga bbm di Jakarta yang dibuat lebih tinggi dibandingkan daerah lain, menyelingi kendaraan bermotor dengan plat ganjil dan genap (misalnya kendaraan bermotor plat ganjil tidak boleh  dipakai pada hari selasa dan kamis, dan kendaraan bermotor berplat genap tidak boleh digunakan pada hari rabu dan jum'at).

b. Perbaikan jembatan penyebrangan dan  trotoar
Karena kemarin hari saya menyempatkan diri untuk berjalan di trotoar dari pancoran hingga lampu merah pertigaan kali bata, saya semakin menyadari mengapa masyarakat jakarta lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan berjalan kaki di trotoar atau menggunakan sepeda (selain karena faktor jakarta yang memang panas), trotoar di jakarta rusak dan berlubang!! Di sisi lain, kalau kita disuruh untuk memilih antara menghirup ademnya AC di mobil dan berjalan panas-panasan di jembatan penyebrangan, pastilah semua orang memilih untuk menikmati adem AC di mobil atau angin jakarta di motor! DKI Jakarta harus mencoba untuk memanusiakan dan memanjakan jembatan penyebrangan dan trotoar, seperti dengan cara pemasangan lift dan AC di jembatan penyebrangan sekaligus merelokasi pedagang kaki lima di jembatan penyebrangan yang terkadang mengganggu, biayanya bisa ditanggulangi kok kalau pemda DKI menaikkan harga BBM di Jakarta dan ada bagi hasil antara pertamina dengan pemda DKI, kelebihan tersebut digunakan oleh pemda DKI untuk membiayai energi yang digunakan untuk AC ataupun lift pada jembatan penyebrangan.

c. Mengisiasi sepeda publik (jalur sepeda dan ojek sepeda) juga memanjakan para pengguna sepeda
Kampanye bike to work/campus/school sebenarnya sudah cukup membantu dalam menkampanyekan pengguna sepeda. Tapi apa artinya apabila pengguna sepeda harus menggunakan ruas jalan yang sama dengan kendaraan bermotor sehingga para pengguna sepeda harus menghirup asap knalpot kendaraan bermotor dan tak bisa bergerak di jalan seperti kendaraan bermotor? mungkin pengguna sepeda hari ini akan beralih menjadi kendaraan bermotor esok hari. 
Harus kita coba cara-cara seperti membuat jalur sepeda. Jikalau sudah tidak ada lahan, bisa di ambil beberapa meter dari trotoar. Bisa pula memulai program-program yang mendorong masyarakat menggunakan sepeda, seperti penetapan hari senin (atau hari lainnya) sebagai hari pesepeda bersama menuju kantor/sekolah dan menutup jalan/mendahulukan sepeda di jalan raya dengan bantuan polisi, bekerja sama dengan industri sepeda,membuat ojek sepeda dengan harga yang murah juga mencontek mekanisme perjalanan seperti busway (koridor pangkalan ojek sepeda, ketepatan waktu ojek sepeda, dsb) pada jalur-jalur tertentu (berjalan di jalur sepeda atau beberapa meter pada trotoar), atau juga memberikan dan mengharuskan pelajar/PNS menggunakan sepeda ke sekolah/kantor, terutama yang rumahnya dekat dengan lokasi yang dituju. Yaa memang menggalakkan dan memanjakan pengguna sepeda tidak begitu efektif dalam mengatasi kemacetan di Ibukota, tapi setidaknya bisa mengurangi 1-2% pengguna kendaraan pribadi beralih menggunakan sepeda.

d. Membuat pengguna transportasi publik dan pesepeda lebih memiliki gengsi
Jakarta kota bergengsi! Sumpeh deh walaupun tanpa data yang valid gw berani bertaruh kalau mayoritas  orang di Jakarta mementingkan gengsi pribadi! Tapi gengsi itu enggak salah dan justru baik kalau mampu dimanfaatkan dengan baik oleh pemda DKI.
Kalau kita,warga Jakarta, ditanya,"lebih bergengsi naik kendaraan pribadi atau angkot?", saya yakini hampir semua orang akan jawab kendaraan pribadi! Orang yang menaiki kendaraan pribadi akan terlihat lebih mampu secara ekonomi dibandingkan dengan seseorang yang menaiki angkot!. Semakin lama, atas nama gengsi, konsumsi mobil dan motor pribadi meningkat, orang-orang lebih suka menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan transportasi publik. Bisakah kita balik paradigma ini? BISA!
Selain memperbaiki transportasi publik--yang akan  saya jelaskan kemudian dibawah--, saya pikir harus ada program-program kreatif yang bertujuan untuk meningkatkan pride para pengguna transportasi publik,seperti: naik bus bareng artis setiap hari (artisnya diganti tiap hari, kan sekarang makin banyak tuh artis FTV), award dan hadiah untuk pengguna busway untuk kategori apa saja (dibuat banyak kategorinya biar seru), tunjangan tambahan untuk PNS yang menggunakan transportasi publik tiap bulannya, atau acara TV di busway setiap pagi jadi (daripada tiap pagi ditayangin gambar kemacetan jakarta mulu), dan program-program lainnya yang bertujuan agar pengguna transportasi publik lebih memiliki gengsi hingga lama-lama mengerdilkan pengguna transportasi pribadi.

e. Meratakan kualitas pendidikan untuk memperpendek jarak tempuh
Kalau di Indonesia, yang timpang bukan hanya ekonomi atau pembangunan fisik, tapi juga pendidikan. Buktinya sederhana, pelajar yang mampu bersekolah di sekolah terbaik/unggulan lebih berpeluang untuk masuk ke sekolah jenjang berikutnya yang lebih baik karena faktor-faktor persaingan masuk yang menuntut nilai tinggi, kualitas pengajar, sarana-prasarana belajar,dsb. Alhasil kalau ada sekolah bagus, siswanya seringkali berasal dari luar kota atau daerah yang lebih jauh dari daerah sekolah tersebut. Contohnya anak bekasi yang bela-belain sekolah di SMA XX di jakarta selatan, ooohh men! Artinya apa? kualitas pendidikan yang timpang di Jakarta juga berpengaruh dalam memberikan kemacetan di Jakarta.
Lalu bagaimana solusinya? Saya pribadi tidak tahu ide ini bisa dilakukan dengan wewenang pemda DKI atau tidak, tapi kalau ternyata menyalahi wewenang pemda DKI, berarti harus terus di negoisasi dengan kementerian pendidikan dan kebudayaan (kemendiknas), yang pasti gimana caranya para aktor-aktor pemegang kebijakan tentang pendidikan di Indonesia dan Jakarta sadar kalau mereka bikin macet dan disuruh bertanggung jawab! hahahha. Idenya sederhana, yaitu mengocok guru-guru di level pendidikan SMP dan SMA dalam jangka waktu tiap 1-3 tahun, hingga nantinya guru-guru yang berkualitas mengajarnya tinggi (mungkin guru-guru SMA 8, 28, 42*masuk enggak ya hahaha) dapat mengajar di sekolah-sekolah yang*maaf*kualitasnya lebih rendah. Jadi enggak anak pinter ketemunya guru pinter dan jadi pinter terus sedangkan anak bodoh ketemu guru pas-pasan hingga masa depan makin suram, tapi harus pula yang anak bodoh atau pas-pasan bertemu dengan guru yang pintar agar kualitas pendidikan juga jadi meningkat. Rolling guru ini juga harus memiliki kategori jarak tempuh dari rumah si guru ke sekolah yang dituju jadi kalau satu sekolah bisa punya 20 guru, jumlah SMA+SMP negeri di Jakarta ada hampir 400 lebih, dengan program ini bisa memperpendek jarak 800 guru yang mengajar di sekolah dan pula mencoba memeratakan kualitas pendidikan di Jakarta hingga mengganti impian pelajar Jakarta, dari bersekolah ditempat bagus ke bersekolah ditempat yang dekat dengan rumah!!

f. BUS BOS!
Masih ada satu cara lagi agar kemacetan di Jakarta menjadi produktif untuk beberapa golongan dan meningkatkan pride masyarakat dalam menggunakan transportasi publik, yaitu bus bos! Coba teman-teman pembaca blog saya yang entah menarik atau tidak ini bayangkan, sebuah bus dengan kelas super eksekutif diisi oleh para bos/eksekutif? Selain mengkonversi kemacetan menjadi obrolan bisnis yang produktif, bus bos juga dapat membuat para karyawan malu naik kendaraan pribadi, wong si bosnya aja pake bus toh! hahaha
Esensi ide ini sebenarnya bagaimana pemda DKI dapat bekerja sama dengan pihak swasta. Mau tidak mau pihak swasta turut menyumbang kemacetan di Jakarta juga termasuk pihak yang terkena dampak dari kemacetan di ibukota. Karena itu saya pikir ide-ide terobosan untuk memecah kemacetan jakarta harus mengajak partisipasi dari pihak swasta.


Transportasi Publik : Tinjau potensi yang tersedia

Jurus sakti dari kemacetan ialah transportasi publik. Sehingga fokus Jakarta bukan hanya untuk mengurangi jumlah kendaraan bermotor namun pula mengoptimalkan transportasi publik. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan dalam rangka mengoptimalkan transportasi publik di Jakarta :

a. Angkutan umum yang lebih profesional
Kalau diperhatikan, sebenarnya angkot di Jakarta sudah keren, cooooy mobil angkot di Jakarta itu kadang-kadang avanza atau innova!!! Harusnya angkutan umum di Jakarta laku dong? Ya enggak? Level angkutan umum di Jakarta hampir sama dengan kendaraan pribadi. Tapi kenapa para supir angkutan umum sering mengeluh tentang penumpang yang sedikit dan masih sering ngetem untuk cari penumpang?
Dulu ada ide dari teman saya,adam pasuna, untuk membuat supir angkutan umum menjadi seorang PNS agar angkutan umum tidak membuat jalanan macet dengan menyupir ugal-ugalan dan memiliki kepastian keuangan yang jelas. Feasible? bisa dilakukan! Bahkan bukan hanya angkot tapi jugas bus dalam kota. Alhasil dengan menjadikan supir angkot dan bus menjadi PNS, operasional angkot dan bus dapat menyerupai dan terintegrasi dengan busway,seperti ketepatan waktu perjalanan, layanan angkot yang mungkin nanti bisa dibayar pakai kartu kredit macem kartu flash BCA,  kualitas angkot yang memakai AC ditengah jakarta yang panas, integrasi dengan busway hingga menjadi satu kesatuan transportasi publik yang bersama-sama memecah kemacetan Jakarta.
Dananya dari mana? kalau sekarang SMK bisa buat mobil dan ada political will pemerintah pusat membuat mobil nasional, bisa kita mulai dari membuat mobil untuk transportasi nasional. Dengan bantuan swasta dan bank, angkot baru/lama bisa jadi sarana iklan yang hasilnya bisa membantu pendanaan angkot beserta para pegawainya. Intinya, masalah angkot dan bus di Jakarta bukan hanya masalah itu pakai mobil baru atau mobil lama, tapi bagaimana kualitas layanan dan manajemen angkot dan bus di Jakarta yang musti diperbaiki agar mampu menarik masyarakat menggunakan bus dan angkot!

b. Sinergisasi angkutan umum dengan transportasi publik lainnya
Bagian ini sudah dijelaskan sekilas pada bagian sebelumnya, mengintegrasikan angkutan umum dengan transprotasi publik lainnya (busway, kereta api, bahkan dengan bandara pesawat bila perlu). Permasalahan kemacetan di Jakarta itu kompleks, jadi tidak bisa hanya mengandalkan busway, jalur flyover baru, atau menunggu monorail, potensi yang ada seperti angkutan umum dan bus mustinya bisa di optimalkan dengan peningkatan layanan dan manajemen yang baik. Tidak perlu buat jalur khusus angkot atau bus, pakai jalur yang ada tapi buat angkot dan bus menjadi lebih berkelas, mayoritas masyarakat di Jakarta menengah ke atas tapi layanan transportasi publiknya terkadang menengah kebawah, kalau kita coba untuk meningkatkan kualitas angkot dan bus, mungkin masyarkat menengah ke atas bersedia menggunakan angkot dan bus.

jakarta bukan butuh superman, tapi butuh super policy!

Ya itulah beberapa ide yang saya pikir dapat dilakukan seandainya aku jadi gubernur DKI Jakarta, bukan program pembangunan fisik yang ditonjolkan, tapi program-program non-fisik yang bertujuan untuk mengurangi kemacetan di Jakarta dengan mengurangi volume kendaraan pribadi dan mengalihkan moda transportasi. Tunggu tulisan berikutnya andai aku jadi gubernur DKI Jakarta untuk mengatasi kebanjiran di Jakarta

Komentar

Anonim mengatakan…
Sangat setuju ka dengan ide "Meratakan kualitas pendidikan untuk memperpendek jarak tempuh"
Sesuai dengan pengalaman pribadi, rumah bekasi tp sekolah jakarta haha.