Coretan Perjalanan (bagian I)



“Everyone has three lives, first is public life, second is private life, and the last is secret life”

Setidaknya terdapat beberapa hal tindakan dari ayahku yang terus membekas dalam memoriku. Salah satunya ialah ketika kami sekeluarga pergi liburan ke bali. Saat itu aku masih kecil, mungkin masih SD dan memiliki ‘jadwal harian wajib’ untuk menonton film cartoon tepat pukul 15.00 sore. Tapi keluarga besarku merencanakan berlibur ke bali. Entah karena apa, tetapi ayahku memutuskan untuk pergi ke bali lewat jalur darat. Ya, hanya kami yang lewat jalur darat naik mobil dari Jakarta sampai pulau bali. Yang jadi masalah bukan jalur daratnya, tapi ‘jadwal harian wajibku’ untuk menonton film cartoon yang terganggu karena tidak bisa menontonnya selama beberapa hari!

Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Mungkin itulah yang terjadi hari ini. Perjalanan terjauh bersama keluargaku itulah titik tolakku dalam memandang acara jalan-jalan. Kegairahan menunggu pukul 15.00 sore untuk menonton film cartoon, perasaan berdebar-debar ketika iklan, dan rasa penasaran akan kelanjutan filmnya minggu depan telah berganti seiring perjalanan bersama keluargaku itu. Sepanjang perjalanan ayahku ‘mendongengkan’ kami dengan cerita pahlawan nasional yang lahir di pulau jawa, cerita rakyat jawa, cerita mahabrata, pertarungan pandawa dengan kurawa, profile setiap tokoh dalam cerita klasik tersebut, dsb. Bahkan tak jarang kami mampir ketempat wisata yang jadi bukti cerita tersebut seperti museum dan candi.

Perjalanan itu mungkin singkat, tapi kesannya terus membekas dalam kepalaku hari ini. Itulah traveling, traveling bukan hanya tentang melihat karunia indahnya alam milik Tuhan, tapi juga perjalanan mencari tahu sesuatu yang belum pernah kita ketahui.

Orang ganteng di Bali

Mudah-mudahan tidak banyak orang bodoh yang habiskan sepertiga umur fresh graduate-nya sepertiku. Saat orang lain bingung cari kerja dan pusing bekerja sembari melawan kemacetan jakarta, kau malah jalan-jalan haha. Nanti malah makin banyak pengangguran sukarela di Negara ini haha. Walau belibet nerangin ke orang lain kenapa aku pilih jalan-jalan, tapi perjalanan ini memberi warna baru dalam hidupku. 

Ada cerita kenapa rumah orang-orang jawa punya teras yang luas. Setidaknya begitu pengamatanku. Kalau bukan teras rumahnya yang luas, ya halamannya yang luas. Rumah menunjukkan suatu kepribadian. Karena hampir semua rumah yang ketemui cirinya sama, pertanyaannya ada apa dengan kepribadian orang jawa? 

Aku mulai jawab dengan istilah orang jawa cukup terkenal (malah mungkin sampai terkenalnya sudah di akusisi jadi peribahasa Indonesia, saking kuatnya pengaruh jawa di Indonesia). Mangan ora mangan sing penting ngumpul. Makan enggak makan yang penting berkumpul. Istilah ini menujukkan sifat kekeluargaan orang jawa yang sangat besar. Kalau Ronald Reagan (Presiden Amerika) bilang “all great change in America begins at dinner table”, mungkin orang jawa enggak perlu makan malam untuk membuat suatu perubahan. Karena inti perubahan bukan makanan apa yang disantap, tapi berkumpulnya orang-orang yang inginkan perubahan.

Saking besarnya pengaruh sing penting ngumpul, bahkan kepalaku pun sampai pusing ketika semua orang yang aku temui dan kutanyai tentang dimana tempat nongkrong selalu menjawab alun-alun! Pikirku yang terbiasa hidup dihingar-bingar kota besar sontak bertanya dalam hati,”apa enaknya nongkrong di alun-alun? Emang ada apaan disana?” haha untungnya pertanyaan itu enggak sempat keluar dari mulutku, kalau enggak habis kali aku dihajar mereka.

Dulu ada anekdot,”apa kunci terbesar didunia?”, jawabannya ialah jawa, karena jawa adalah kunci. Tapi mungkin itu benar, yang namanya persahabatan dimulai dari keramahan, yang namanya persatuan dimulai dari keterbukaan. Kalau kata orang cari istri orang jawa karena setia, kalau kataku orang jawa itu ramah dan terbuka (enggak nyambung haha).Istilah mangan ora mangan sing penting ngumpul,ciri khas aristektur rumah jawa, tempat nongkrong, dll bagiku menunjukkan kepribadian orang jawa yang ramah, terbuka, dan bersahabat.

Ada cerita pula tentang kenapa pulau bali yang setiap tahunnya kelimpahan wisatawan asing tapi tetap dapat mempertahankan budaya balinya. Hal ini tentunya berkebalikan dengan provokasi sebagaian aktivis yang meneriakkan bahwa budaya barat itu merusak budaya timur. Bali menjadi bukti bahwa budayanya tetap bertahan walaupun diserbu wisatawan asing setiap harinya. Bahkan budaya menjadi salah satu bentuk wisata dibali selain wisata pantai, hiburan, dan mistis.

Setidaknya pulau bali adalah tempat terkonsentrasinya pemeluk agama budha dan hindu. Menurut ceritanya, agama hindu dan budha pertama kali menyebar di India. Agama hindu kemudian menyebarkan agamanya ke selatan dan agama budha menyebarkan agamanya ke utara. Tapi kemudian keduanya bertemu kembali di tanah bali. Sehingga kemudian tidak sulit untuk kita pahami bagaimana pengaruh agama hindu dan budha di pulau bali.

Seperti kiranya agama hindu di pulau dewata. Sebelumnya perlu aku ingatkan bahwa harus teman-teman sadari bahwa aku bukan pemeluk agama hindu maupun budha, karena itu mohon maaf kalau aku hanya pahami isi kulitnya saja. Oke aku lanjutkan seperti kiranya agama hindu yang untuk hidup menghargai sesama manusia dan alam, begitupula para wisatawan. Kalau kita berjalan di bali, tak akan jarang kita temui sesajen dengan bau kemenyan. Pemberian sesajaen ini adalah untuk ucapan terima kasih pada Dewa dan agar roh-roh jahat tidak mengganggu hidup mereka. Sesajen sederhana dipersembahkan setiap hari, sedangkan sesajen istimewa dipersiapkan untuk acara-acara keagamaaan tertentu.

Dengan perasaan sadar, aku tanyakan itu pada beberapa orang pemeluk agama hindu di bali. Ada jawaban yang aku paling sukai. Aktivitas menaruh sesajen adalah salah satu bentuk menghargai alam. Seperti contohnya menaruh sesajen dibeberapa pohon yang dianggap keramat. Beberapa orang mengira bahwa menaruh sesajen dan memasang kain catur dalam beberapa pohon dikarenakan ada setan di pohon tersebut. Orang bali punya cerita dibalik cerita, ada maksud dibalik maksud. Memang benar ada setan dibalik pohon tersebut, setan berbentuk bencana alam, erosi, banjir,dsb jika kau tebang itu pohon sehingga kemudian mengganggu keseimbangan alam!

Ada lagi tempat destinasi wisata di Bali yang menurutku indah. Tempat itu ialah Puja Mandala. Disana terdapat lima tempat ibadah yang saling berjejer, mulai dari masjid, gereja protestan, gereja katolik, pura, dan vihara. Entah dibangun karena unsur politis ataupun efisiensi tata ruang, tapi tempat itu menunjukkan kerukunan umat beragama di bali. Tak sedikit orang yang akan bermasalah ketika ditanya,”bagaimana kalau disebelah rumahmu dibangun tempat ibadah agama lain?”. Bagiku Puja Mandala menunjukkan toleransi dan keharmonisan dapat hidup dalam keberagaman. Dan jangan samakan hal ini dengan sekumpulan orang paranoid yang membunuh dirinya lewat bom. Mereka (yang kemudian merusak nama bangsa dengan cap teroris), adalah kumpulan orang penakut yang kalah bersaing dan sangat payah denganmenggunakan cara yang kasar dalam mengingatkan sesuatu yang dianggap melewati batas. Remember, if you truly loved your self, you could never hurt another.

Cerita sesajen, pohon berpakaian kain catur, dan tempat ibadah menunjukkan padaku, jangankan menghargai sesama manusia, bahkan benda/alam yang tidak bisa bicara dengan bahasa manusia pun mereka hargai. Salah satu cara membentung budaya barat yang masuk dari globalisasi ialah mencintai, menghargai, dan berbudaya budaya Indonesia. Toh kata ‘globalisasi’ bukan terus menerus berarti buruk. Kadang harus diartikan sebagai kesempatan memperkenalkan budaya bangsa. Bali adalah contoh budaya bangsa yang tidak kalah dan memanfaatkan kesempatan menang dari globalisasi.

Ada cerita lagi kenapa anak muda yang enggak mondok (baca pesantren) lebih aneh daripada orang yang mondok. Bagi aku yang dibesarkan ditengah kota besar Jakarta dan Bandung, justru terbalik, kalau orang tidak sekolah formal dan memilih pesantren, justru akan aneh kalau aku memilih berpendidikan agama di pondok pesantren.

Pondok pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan dan penyebaran agama islam. Agama islam sendiri adalah agama mayoritas penduduk Indonesia, termasuk menjadi agama mayoritas di Provinsi Jawa Timur.. Aku jadi teringat ketika ada seorang santri sebaya asal Maluku, yang sudah tujuh tahun tinggal di pondok tebu ireng, yang mengatakan padaku ketika aku serbui pertanyaan tentang kehidupan pesantren dan islam. Dia (yang aku lupa namanya), katakana padaku dengan suasana yang pas saat itu dan terasa ucapannya dari dalam lubuk hatinya yag paling dalam,”aku hidup untuk agamaku”. Islam bukan hanya menjadi agama, tapi pula menjadi budaya, ideologi politik, sebuah way of life dalam kehidupan manusia yang turut pula mewarnai kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara

Agama islam masuk ke Jawa Timur pada abad ke sebelas. Kalau kita ingat jaman SD, kita diajarkan (bahkan menjadi bahan ulangan SD), terdapat sembilan wali songo. Dari kesembilan wali songo tersebut, terdapat lima wali yang menyebarkan agama islam di Jawa Timur, yakni Sunan Ampel (Surabaya), Sunan Gresik dan Sunan Giri (Gresik), Sunan Drajat (Lamongan), dan Sunan Bonang (Tuban). Pengaruhnya bukan hanya penyebaran agama islam di Jawa Timur, tapi juga dapat dilihat dimasa sekarang dengan adanya dua organisasi islam yang kuat di Indonesia, yakni Nahdathul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Bahkan pondok pesantren Tebu Ireng di kabupaten Magetan dikenal sebagai kampung madinah karena kehidupan disana (beserta hampir 15.000 santrinya) yang menyerupai kota madinah.

Sejarah perkembangan islam di Jawa Timur, lembaga pendidikan islam, kehidupan dan budaya islami yang mengakar di Jawa Timur inilah yang kemudian mendorong anak-anak muda lebih memilih ‘mondok’ dibandinkan sekolah formal. Dan perlu diingat pula, bahwa sejarah bangsa ini bicara bahwa dijaman dulu banyak pergerakan dimulai dari pondok-pondok pesantren.

**

 “Do not believe in anything simply because you have heard it. Do not believe in anything simply because it is spoken and rumored by many. Do not believe in anything simply because it is found written in your religious books. Do not believe in anything merely on the authority of your teachers and elders. Do not believe in traditions because they have been handed down for many generations. But after observation and analysis, when you find that anything agrees with reason and is conducive to the good and benefit of one and all, then accept it and live up to it.”
― Gautama Buddha

Masih banyak lagi cerita yang pertama kudengar aneh, tapi lama kelamaan cukup mengerti kenapa begini dan kenapa begitu. Seperti kenapa pura selalu di bali selalu ada ditempat yang paling tinggi, kenapa pintu masuk pura hanya ada satu, kenapa tari kecak dikatakan tari pengusir setan, kenapa keris selalu ditaruh dibelakang, kenapa makanan tumpeng lebih popular dibanding ambeng, kenapa di daerah yang islami masih banyak yang memilih wanita sebagai pemimpin, dsb.

Tapi akan sangat panjang lagi jika aku ceritakan pada tulisan ini. Anggap saja tulisan ini hanyalah bagian pertama dari perjalananku. Setelah ini akan aku ceritakan semua cerita yang aku anggap menarik. Setidaknya yang perlu aku bagikan kepada teman-teman semua..…

Sampai jumpa pada bagian selanjutnya..
(bersambung)

Komentar