Coretan Perjalanan (bag.II Cerita Rakyat)



Perjalanan tentu terasa pahit jikalau kau memulainya dengan sendirian, tapi berakhir dengan sendiri pula. Sejujurnya aku harus berterima kasih terhadap Tuhan yang memberiku kesempatan untuk berkenalan dengan orang-orang baru yang mewarnai perjalananku ini. Setidaknya kalau hubungan pertemanan di nilai sebatas contact di blackberry ada sekitar 30 kontak baru dalam contact bbm-ku hari ini.

Patung arjuna di pantai pandawa, bali


Pada bagian ini aku tidak ceritakan apa artinya teman dalam perjalananku. Mungkin itu ada pada bagian lain. Pada bagian ini aku secara spesifik ceritakan tentang cerita aku dan bersama tiga temanku lainnya saat sedang berkumpul dan berbagi cerita rakyat dari masing-masing daerah kami. Kebetulan dan mungkin takdir Tuhan yang mempertemukan aku dengan mereka. Mereka bernama Asa, Gofur, dan Wamil. Oke, sebelum memulai aku perkenalkan sekilas tentang profile mereka.

Yang pertama adalah Asa, gadis manis berkulit putih keturunan china yang berasal dari Sidoarjo. Ia banyak membaca tentang budaya dan filsafat. Pernah berkuliah di Universitas Airlangga, Surabaya, tapi akhirnya memutuskan berhenti berkuliah ditengah-tengah karena keputusannya sendiri. Perempuan ini memiliki karakter yang keras tapi dibalut oleh budaya jawa yang halus. Tak heran wanita sekeras doi juga pusing karena kakak perempuannya telah menikah di umur muda (yang artinya sekarang doi sedang pusing saat ditanya kapan menikah padahal umurnya masih 21 tahun).

Yang kedua namanya Gofur. Laki-laki berparas seram kelahiran Maluku. Ia adalah seorang aktivis organisasi PEMBEBASAN. Laki-laki asal Maluku, seram, besar, suaranya berat, berkulit hitam dan berideologi kiri. Pertama kali mengenalnya aku sendiri merasa seram dan membayangkan kalau dia pasti tidak dicurigai kalau menyelinap menjadi salah satu massa dalam aksi buruh haha. Tapi setelah cukup mengenalnya baru aku ketahui kalau dia sebenarnya adalah sosok yang lembut dan bahkan aku setengah tidak percaya ketika mendengar bahwa ternyata ia habiskan tujuh tahun waktu kuliahnya di jurusan keperawatan hahaha.

Yang terakhir sekaligus paling pamungkas, namanya Wamil. Nama lengkapnya Andi Wamil. Pria asal Makasar dengan keturunan raja (karena itulah namanya begelar Andi), berambut gondrongnya dan gaya bicaranya yang ceplas ceplos. Waktu kecilnya ia habiskan dengan menghafalkan peristiwa dan sejarah nenek moyangnya yang keterunan raja. Mungkin aku bisa katakan bahwa sejarah Makasar dan sekitarnya sudah ia hafal diluar kepala. Waktu kuliahnya ia habiskan waktunya berorganisasi di PMII. Tapi walaupun organisasinya bernafaskan islam, pengetahuannya tidak terbatas pada islam dan pergerakan saja. Aku masih ingat kata-katanya saat ingin sholat Jum’at, dengan nada bercanda ia katakana padaku”sholat jum’at itu politiknya Rasulullah untuk mengumpulkan dan memprovokasi ummat muslim” haha ada-ada aja.

**
Hari itu lucu, karena saat itu kami sedang berbagi cerita tentang budaya dan cerita rakyat didaerah kami masing-masing. Mulai dari Asa yang bercerita tentang huruf aksara jawa. Bagaimana aksara jawa ditemukan dan kemiripannya dengan huruf arab, bagaimana perkembangan aksara jawa, dan kekesalan hatinya karena bangsa Indonesia di cap buta huruf oleh penjajah. Padahal yang dimaksud buta huruf adalah dari justifikasi barat karena tidak menggunakan alphabet latin.

Mungkin cerita masa lalu (cap buta huruf masyarakat Indonesia dari penjajah) ini mirip dengan revolusi pendidikan di Turki yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Attaturk. Saat itu Mustafa Kemal Attaturk menyatakan bahwa sekitar 91% masyarakat Turki buta huruf. Padahal ini sebenarnya adalah buta huruf Latin, dan sering terdengar merendahkan huruf Arab (atau aksara Jawa).

Cap buta huruf dari penjajah dan kemampuan masyarakat Indonesia dulu dalam menggunakan aksara jawa telah dibenarkan oleh M.Natsir kemudian hari. Seperti yang diutarakan oleh M.Natsir pada November 1940,” Baru kira-kira 4% dari penduduk Indonesia jang pandai tulis batja huruf Latin.”  Lebih lanjut Natsir mengatakan,”Sebelum bahasa Belanda mendjadi bahasa pembawa ketjerdasan itu, sudah terlebih dulu bahasa Arab menjadi satu-satunja pembuluh kebudajaan bagi kita anak Indonesia”. Natsir juga mengatakan,” Melihatlah di sekeliling tuan, perhatikanlah ketjerdasan bangsa kita sekarang ini! Selidikilah, djangan di kota jang besar-besar sadja akan tetapi masuklah ke kampung dan ke desa-desa, di situ tuan akan mendapatkan gambaran, bagaimana besar djasanya bahasa Arab ini bagi ketjerdasan bangsa kita. Belum ditilik lagi dari djurusan keagamaan, akan tetapi baru dari djurusan ketjerdasan umum.”

Lain lagi cerita dari Gofur. Ia ceritakan kepada kami tentang perang badr hingga hantu dan arti nama Maluku. Ceritanya ketika perang Badr di jaman Rasulullah, saat itu jumlah pasukan Rasulullah kalah banyak dibandingkan lawannya. Alhasil dengan bantuan Jin, pasukan muslim memenangkan perang tersebut. Tapi kemudian sahabat nabi, Ali bin Abu Thalib, bertanya kepada Rasulullah kemana pasukan Jin ini kemudian akan pergi/singgah. Rasulullah pun menjawab bahwa pasukan jin tersebut akan ditempatkan di sebelah timur bumi.

Menurut cerita orang Maluku, tempat persembunyian/persinggahan para jin tersebut ialah berada di pulau Maluku. Tepatnya aku lupa nama sebuah pulau yang katanya sangat angker dan menjadi tempat berkumpulnya para jin yang membantu Rasulullah disaat perang Badr. Nama Maluku sendiri berasal dari AL-Mulk yang berarti kerajaan. Kerajaan manusia juga kerajaan Jin. Bahkan dengan berbau sedikit mistis sering sekali Gofur ceritakan tentang sejarah para raja di pulau Maluku terdahulu yang merupakan rajanya jin dan manusia. Pernah terdapat salah satu raja (yang aku lupa namanya), mengatakan sebelum berperang melawan penjajah,”aku perintahkan jin dan manusia untuk melawan….”. Selain daripada itu masih banyak cerita masyarakat Maluku lainnya yang terdengar mistis, seperti raja yang sholat disuatu tempat kemudian tempat itu menjadi penuh dengan tumbuhan dan pepohonan, dsb.

Kali ini giliran Wamil bercerita. Sebagai keturunan raja, wamil banyak ceritakan tentang sejarah dari pulau Sulawesi. Cerita tentang raja-raja terdahulu, bagaimana pola hubungan kerajaan di Makassar dengan para penjajah sehingga politik etis hanya terdapat di pulau Jawa dan sebagian Sumatera, relasi hubungan antar marga, tata cara perkawinan dan kematian, bagaimana suku-suku di Sulawesi mempertahankan eksistensinya, hubungan antar keturunan, dan lain sebagainya yang saking banyaknya aku pun lupa apa yang harus kutulis sekarang karena saat itu tidak kucatat dengan baik cerita dari Wamil.

Akhirnya tibalah giliranku. Nah masalah dimulailah dari sekarang!

Pertama kalau mau dikatakan, aku tidak memiliki suku/kultur budaya yang sangat melekat pada diriku. Ayahku minang tapi dari kecil telah merantau ke pulau jawa. Ibuku keturunan campuran antara Jawa dan Bangka. Harusnya kalau ikut gaya minang, aku ikut ibuku. Sayangnya ibuku pun tidak begitu jelas apa suku dan adat istiadatnya haha. Alhasil, karena terlahir di Jakarta, bertempat tinggal di Condet (yang mana dulunya merupakan kampung betawi), aku klaimlah diriku sebagai orang Jakarta haha.

Kedua, walaupun tinggal di pusat budaya Jakarta, sebenarnya Condet sekarang lebih terkenal sebagai kampung Arab dibandingkan dengan kampung Betawi. Hal ini dikarenakan lebih banyak penduduk di Condet yang merupakan keturunan Arab dibandingkan keturunan Betawi. Implikasinya, karena saat aku tinggal di Condet lebih banyak bergaul dengan keturunan Arab dibandingkan Betawi asli, aku lebih banyak tahu tentang ke-Arab-an dibanding ke-Betawi-an.

Ketiga, harus diingat, bahwa DKI Jakarta adalah pusat ibukota Negara yang setiap tahunnya mengundang pendatang dari luar daerah. Alhasil penduduk asli betawi semakin tersisih yang berdampak bagi keberlangsungan budaya asli betawi. Aku jadi teringat ketika salah seorang senior dikampus dulu, namanya Yuriza, bertanya padaku tentang sejarah rakyat betawi. Rasanya hari itu aku malu karena Yuriza yang berasal dari Bogor lebih mengetahui cerita rakyat betawi tentang si Pitung dibandingkan aku yang hidup hampir 18 tahun di Jakarta.

Yah, selalu ada jalan keluar untuk setiap masalah. Alhasil dengan pengalaman lima tahun hidup di kota Bandung, adalah cerita rakyat Sunda yang aku bisa bagikan dengan mereka (cerita yang aku bagikan adalah tentang cerita Sangkuriang dan hubungannya dengan trias politica & kaum intelektual, pernah kutulis di blog ini dulu). Haha, aneh ya aku lebih ketahui cerita rakyat sunda dibandingkan dengan cerita rakyat betawi.

“A man who has committed a mistake and doesn’t correct it, is committing another mistake”
-Confucius

Bagiku pribadi ini adalah pengalaman kedua ketika aku ditanya tentang sejarah dari tempat lahir dan besarku tapi tak dapat aku jabarkan ceritanya dengan baik. Bahkan jangankan menjabarkan, ceritanya pun tidak aku ketahui. Kalau teman-teman membaca tulisanku ini, cobalah teman-teman tanyakan kepada diri kalian (terutama yang berasal dari kota-kota besar), apakah teman-teman mengenal budaya dan mampu membagikan cerita rakyat daerah kawan-kawan? Kalau mampu berarti hebat, kalau tidak mampu berarti kita sama (sama-sama menyedihkan maksudnya haha).

Sungguh sebenarnya aku iri dengan kawan-kawanku (Asa, Gofur, dan Wamil). Mereka dapat ceritakan cerita daerahnya masing-masing. Mungkin kadang kita harus bertanya, siapa yang lebih hebat antara Superman dan Pangeran Diponogoro? Atau siapalah yang lebih bermurah hati antara Robin Hood dengan Si Pitung? Setidaknya Pangeran Diponogoro adalah cerita asli dan beliau tidak bodoh untuk memamerkan celana dalam bercorak norak. Begitu pula dengan Si Pitung yang mencuri karena kemiskinan akibat imperialisme yang dipraktikan para penjajah (termasuk oleh Negara asalnya Robin Hood).

Pengalaman ini akan aku telan rasa pahitnya. Ini adalah kali kedua aku tidak bisa menjawab cerita rakyat daerahku sendiri, budayaku sendiri. Kedelai saja bodoh kalau jatuh tiga kali, masa aku mau disamakan dengan kedelai (bahkan dengan kedelai yang terbodoh di antara pada kedelai). Nasionalisme bukan isarat gombal dan teriakan kosong. Selalu ada makna dibalik kata dan harus ada perubahan dibalik penyesalan. Kadang mungkin kita harus bertanya,”kalau cerita superman, ironman, batman, sikilman, dan bijiman yang bergabung dalam The Avangers setiap tahun ceritanya berkembang, masa cerita si pitung, sangkuriang, jaka tarub, dan jaka-jaka lainnya yang relatif punya bukti otentik tidak berkembang?”. Atau pertanyaan yang lebih mudahnya,”masa cerita tangkuban perahu yang diceritain sama orang tua kita dan yang kita ceritain ke anak kita masa depan ceritanya sama aja?”

Yah okelah daripada makin banyak pertanyaanku yang enggak nyambung, lebih baik kita sudahi cerita yang ini dan jangan lupa nantikan cerita berikutnya. Tapi ingat pesanku dari cerita ini (untukku dan untuk kita semua): kenali dan berbanggalah dengan budaya bangsa ini! Karena anak muda yang keren adalah anak muda yang paling paham tentang INDONESIA!!
(bersambung)

Komentar

ahmad kamil mengatakan…
sudah lama ga ber seks,
akhirnya nemu lagi blog ini,
catatannya,
ada banyak perbedaan mulai dari fisik sampe batin, antara keledai dan kedelai, terimakasih, hehe