Revisi DNI, Realisasi Investasi 2013 & Timnas Inggris

Negara ini makin lama makin lucu. Sejak bulan Juli 2013, rupiah terus terdepresiasi dan salah satu alasan yang sering sekali dikeluarkan oleh pemangku kepentingan kita, hal ini terjadi akibat tapering off yang dikeluarkan oleh The Fed di Amerika Serikat sehingga banyak investor asing menarik dana-nya keluar dari dalam negeri. Dari argumentasi ini muncullah ide-ide kreatif dari pemerintah kita untuk menarik investasi asing masuk ke dalam negeri (walau sebenarnya upaya menarik investasi asing sudah dilakukan sebelum bulan Juli 2013, termasuk melalui rencana MP3EI). Bukti nyatanya adalah melakukan revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang masuk dalam empat paket program pemerintah pada akhir bulan Agustus 2013 (baca: http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/01/02/masalah-baru-revisi-daftar-negatif-investasi-624693.html ).

Sumber gambar: http://www.mirror.co.uk/news/uk-news/euro-2012-exit-costs-us-1billion-938953
Tamparan telak datang dari data, BKPM nyatakan bahwa realisasi investasi tahun 2013 melampaui targetnya (dari tarket sebesar Rp 390,3 T, realisasinya Rp 398,3 T). Dan seperti tahun-tahun sebelumnya, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) lebih besar dibandingkan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dimana PMA selama tahun 2013 mencapai Rp 270 T sedangkan PMDN mencapai Rp 128 T. Ya memang inilah struktur pembangunan ekonomi kita, dimana kita lebih banyak dibantu oleh investasi asing dibandingkan dari investor domestik. Dari segenap upaya, kebijakan, dan realisasi yang terjadi, kita jadi harus berpikir mengapa kita harus merevisi DNI dan kembali memberikan ruang kepada investor asing untuk menjadi pemodal dalam pembangunan di negeri ini? jelas ini berbeda sekali dengan ajaran the founding father kita, berdikari, berdiri dikaki sendiri.

** 
 Banyak teman-teman yang mungkin bertanya, memang apa masalahnya kalau kita terus biarkan memberikan ruang untuk investor asing mendominasi pembangunan di dalam negeri? Mengapa harus kita pedulikan ajaran the founding father yang telah ketinggalan jaman? Atau mana ada negera di era globalisasi seperti sekarang yang bisa membangun kekuatan ekonominya tanpa bantuan investor asing?

Pertanyaan-pertanyaan ini bisa dijawab dengan ilustrasi liga sepakbola Inggris (Barclays Premier League) dan timnas Inggris (the three lions).

Dibandingkan dengan liga-liga lain, liga Inggris adalah liga yang paling kompetitif dan paling menarik banyak minat untuk ditonton. Juara liga Inggris tahun ini tidak bisa diprediksi dengan mudah, sampai sekarang raihan poinnya ketat: peringkat satu Arsenal 51 poin, diikuti Manchester city (50 poin), Chelsea (49 poin), dan Liverpool (43 poin). Berbeda dengan liga-liga lainnya, semisal Serie-A Italy yang posisi klasemennya diduduki oleh Juventus (55 poin) diikuti jauh oleh AS Roma (47 poin) dan Napoli (43 poin) atau Liga Spanyol (Primera Division) yang didominasi oleh Barcelona, Atletico Madrid, dan Real Madrid.

Sangat wajar jikalau liga Inggris menjadi liga dengan kompetisi yang paling kompetitif. Sangat banyak pemain bintang yang bertebaran ditiap-tiap klub liga inggris, berbeda dengan klub-klub di liga lain yang pemain bintangnya lebih banyak berkumpul pada satu-dua klub saja (semisal di Ligue 1 Prancis yang didominasi oleh PSG atau Bundesliga Jerman yang pemain bintang hanya berada di Bayern Munchen). Tapi kalau di liga Inggris, hampir setiap klub punya pemain bintangnya sendiri-sendiri: di Arsenal ada Mesut Ozil, di Mancheter City ada beberapa: Aguero, Yaya Toure, David Silva, di Chelsea ada Oscar, David Luiz, bahkan di klub papan tengah (karena sekarang lebih sering kalah), MU ada RVP dan Rooney.

Salah satu faktor yang mendorong ketatnya liga Inggris adalah investasi asing. Tercatat Chelsea dimiliki oleh Roman Abrahimovich (pengusaha asal Rusia), Manchester City dimiliki oleh kelompok investasi Abu Dhabi United Group, Manchester United oleh pengusaha asal Amerika Serikat, Joel & Avram Glazer, dsb. Adanya investor asing mempermudah klub-klub di liga Inggris untuk membeli pemain-pemain kelas wahid. Dan banyaknya pemain-pemain kelas wahid di liga Inggris jadikan liga Inggris lebih kompetitif seperti yang kita lihat sekarang.

Tapi kalau kita tengok ke prestasi timnas Inggris, justru prestasinya tidak sebanding dengan apa yang ada liga mereka raih. Kita bisa lihat raihan hasil timnas Inggris pada kompetisi terakhir: pada EURO 2012, Inggris terhenti sampai perempat final, di Piala dunia 2010, Inggris hanya sampai babak kedua (lolos grup), dan pada EURO 2008 tidak lolos. Pertandingan terakhir pun mereka kalah 1-0 melawan Jerman. Praktis tidak ada prestasi bagi timnas Inggris dalam beberapa tahun terakhir.

Berbeda dengan timnas Spanyol ataupun Jerman yang walaupun liganya lebih membosankan, karena hanya didominasi oleh satu-dua klub, tapi raihan prestasi timnasnya segudang! Bahkan dari tiga kompetisi terakhir, timnas Spanyol hattrick memenangi EURO 2008, World Cup 2010, dan EURO 2012. Timnas Jerman dan Spanyol duduk di posisi satu dan dua pada peringkat FIFA terakhir, beda dengan timnas Inggris yang tanpa prestasi duduk di posisi ketujuh.

Klub-klub di liga Spanyol maupun Jerman lebih memilih untuk membina pemain muda mereka dan membeli pemain asing seperlunya. Begitu juga dengan kepemilikan klub, dimana klub-klub di liga Spanyol dan liga Jerman masih dimiliki oleh pengusaha domestiknya. Jelas ini berbeda jauh dengan apa yang terjadi pada liga Inggris.

Apa yang terjadi pada liga dan timnas Inggris dan apa yang terjadi pada liga dan timnas Spanyol maupun Jerman, sebenarnya sama dengan apa yang terjadi dengan Negara yang sangat bertumpu dan berharap dengan investor asingnya. Investasi bisa kita terjemahkan sebagai modal yang diterima dalam rangka pembangunan. Tapi darimana modal itu datang dan siapa yang memberikan modal itu, itu yang harus menjadi perhatian bagi kita semua.

Ada dana yang diberikan, ada hal yang harus pula dikorbankan dan ada biaya yang dikeluarkan, ada prestasi yang didapat. Memberikan ruang dan mempermudah investasi asing untuk mendominasi pembangunan didalam negeri, berarti ada pula usaha dan pemodal dalam negeri yang harus tersingkirkan. Tapi begitu pula bila ada biaya yang harus dikeluarkan untuk lakukan jaminan sosial, seperti kesehatan dan pendidikan, subsidi, riset dan pengembangan teknologi dalam negeri, maka akan ada pula buah yang akan bisa dipetik di masa mendatang. Pengalaman Presiden Bill Clinton di Amerika pada awal tahun ‘90an untuk mengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, membutikan mereka dapat memetik hasilnya pada beberapa tahun terakhir dimana Amerika Serikat menjadi salah satu pusat pengembangan teknologi (sebelum sekarang disusul oleh Korea Selatan, China, dan Taiwan).

Memang pemberian subsidi atau proteksi usaha dalam negeri tidak effisen secara ekonomi positif, tapi memberikan ruang untuk investasi asing menjelajah pembangunan dalam negeri juga harus dibayar dengan opportunity cost yang besar. Inilah yang jadi kekhawatiran jikalau investasi asing terus mendominasi bangsa ini. Kita yang pilih sendiri, mau hanya seperti masyarakat di Inggris yang hanya bisa menonton kemewahan pemain bintang menendang bola di liga Inggris dan dibayar dengan tidak berprestasinya timnas Inggris atau kita mau jadi bangsa yang punya prestasi nasiona seperti apa yang diraih oleh timnas Spanyol. Kita mau bangsa ini terus memberikan kemudahan fasilitas kepada asing atau kita mau berupaya mendorong pelaku usaha dan modal dalam negeri.

Mudah-mudahan pemimpin kebijakan ekonomi di Negara ini tidak seperti mereka yang berjoged di layar TV. Bedanya yang satu berjoged untuk menghibur masyarakat, yang satu berjoged di atas penderitaan masyarakat.

Komentar