Raja Arab dan Rumah Rakyat yang Terlupakan

Ditengah kegaduhan politik dalam negeri yang membuat iklim investasi terdengar bising, kita patut bersyukur bahwa Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz Al Saud beserta rombongan tetap melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Apalagi ini pertama kalinya Raja Arab Saudi datang ke Indonesia, setelah kunjungan terakhir yang dilakukan Raja Faisal pada 47 tahun lalu.

Namun demikian, meskipun prosesi penyambutan Raja Arab Saudi berjalan cukup baik dan menghasilkan kesepakatan kerjasama hingga US$ 7 Miliar (antar Pemerintah) dan US$ 2,4 Miliar (antar sektor swasta), tetapi sayangnya Pemerintah Indonesia tidak mengoptimalkan peluang emas dari datangnya Raja Salman untuk membangun kerjasama di sektor perumahan rakyat. Sebuah sektor yang tidak biasa diminati oleh pelaku usaha asing di Indonesia.

Tahun lalu, ketika Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan bilateral dengan Wakil Perdana Menteri, Menteri Pertahanan, dan Wakil Putra Mahkota Pangeran Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman bin Abdul Aziz Al-Saud di China, pihak Arab Saudi telah menunjukkan niat untuk melakukan investasi di sektor perumahan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (Low-cost housing) di Indonesia.

Pemerintah Indonesia sendiri pun, sebetulnya dalam konferensi pers seminggu sebelum kedatangan Raja Saudi, telah menyatakan bahwa kunjungan Raja Salman dilakukan untuk meningkatkan investasi Kerajaan Arab Saudi di Indonesia, pada sektor minyak dan gas, pariwisata, penerbanga, serta sektor perumahan.

Akan tetapi, maksud keinginan investasi pada rumah rakyat dari pertemuan pada bulan September 2016 tersebut justru tidak disambut ketika Raja Salman datang ke Indonesia, melalui pembentukan komitmen investasi yang lebih tegas. Faktanya, dari sebelas nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi,  tidak ada satu pun MoU yang menunjukkan jalan investasi pada rumah rakyat di Indonesia.
Begitu pula dalam MoU pada forum business to business (b to b). Kesepahaman terkait dengan sektor properti hanyalah mengenai rencana investasi PT. Wijaya Karya untuk membangun 8.000 perumahan beserta infrastrukturnya di Arab Saudi.

Investasi sektor properti di Arab Saudi memang bagus. Apalagi Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia menjadi negara yang ‘berlangganan’ untuk umroh dan haji. Dimana biasanya peserta umroh dan haji asal Indonesia lebih nyaman bila menginap di hotel-hotel Indonesia di Arab Saudi.

Tapi tentu bukan ini yang dimaksud pada pertemuan bulan September lalu di Beijing. Karena justru Arab Saudi lah yang bermaksud untuk memberikan investasi pada sektor rumah rakyat di Indonesia.

Padahal di sisi lain, sektor perumahan rakyat hari ini masih membutuhkan investasi yang besar. Terutama untuk menurunkan angka backlog perumahan nasional dan mendukung target program sejuta rumah yang disusun oleh Pemerintahan. Saat ini, backlog perumahan atau angka kekurangan rumah perumahan di Indonesia masih mencapai 11,4 juta unit dan sebagian besar dari kebutuhan rumah tersebut adalah untuk segmen masyarakat berpenghasilan rendah. Sedangkan Program sejuta rumah yang dicanangkan sejak tahun 2014 pun juga masih mengalami berbagai kendala, terutama dalam rangka penyediaan rumah untuk berbagai profesi yang memiliki keterbatasan upah, seperti prajurit TNI, POLRI, PNS, buruh pabrik, maupun pekerja di sektor informal.

Apalagi, Pemerintah Indonesia juga sebetulnya sangat concern dengan pembangunan rumah rakyat. Yang tercermin dari berbagai paket deregulasi kebijakan untuk mendukung pembangunan rumah rakyat.

Begitu juga dengan dengan iklim bisnis rumah rakyat, yang sekarang sedang memiliki prospek yang lebih baik dibandingkan dengan rumah komersial. Pada tahun lalu misalnya, pembangunan rumah rakyat mencapai 569 ribu unit, sedangkan pembangunan rumah komersil hanya mencapai 235 ribu unit.

Tetapi entah apa yang terjadi, namun peluang investasi dari Arab Saudi ini justru dibiarkan berlalu begitu saja. Jangka waktu antar pertemuan dari bulan September 2016 hingga Maret 2017, tidak dimaksimalkan untuk mempersiapkan program yang bisa menangkap keinginan investasi dari Arab Saudi.

Langkah ke depan

Hilangnya kesempatan untuk menindaklanjuti keinginan Pemerintah Arab Saudi untuk berinvestasi di sektor perumahan rakyat harus menjadi pelajaran yang penting bagi kerjasama internasional Indonesia: mewujudkan realisasi investasi itu tidak mudah. Bahkan ketika Arab Saudi telah menunjukkan minat investasi dan di saat yang sama Pemerintah Indonesia juga memerlukan investasi di bidang sektor perumahan rakyat, hal ini tidak menunjukkan bahwa investasi tersebut akan dengan mudah terwujud.

Deregulasi kebijakan yang diperuntukkan untuk memudahkan investasi harus juga dilengkapi dengan kesepahaman yang sama antar aktor di dalam negeri untuk terbuka menampung investasi.
Jangan sampai minat pelaku asing untuk berinvestasi justru hilang karena tidak ada komitmen yang tegas dari dalam negeri untuk merealisasikan investasi tersebut.

Artikel ini pernah dipublikasikan di harian KONTAN pada 1 Juli 2017

Komentar