Demokrasi, 9 April 2009
Oleh : Adhamaski Pangeran 19908058
Demokrasi, berasal dari kata demos yang artinya rakyat, dan kratos yang berarti pemerintahan. Dari kata tersebut dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat. Artinya demokrasi berdasar pada kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat adalah kekuasaan yang dijalankan oleh rakyat atas nama rakyat di atas dasar permusyawaratan. Dan partai politik menjadi ujung tombak untuk memberikan pendidikan politik kepada rakyat. Sekiranya begitulah yang diinginkan bung Hatta dan tersurat dalam UU.
Di Indonesia, sejak tahun 1999 dimulailah kembali pemilu yang demokratis setelah terakhir dan pertama kalinya tahun 1956. Pemilu 2009 ini berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Partai politik dianggap sudah dewasa dan mengerti akan alam demokrasi, rakyat pun demikian. Dewasakah? Nampaknya tidak juga! Partai politik bak artis baru disetiap layar televisi, iklan-iklan yang akan didengar setiap harinya, debat ‘rewel’ yang mengusik telinga, perang ideologi, dan klaim-klaim sebagai partai anti-korupsi, paling plural, nasionalis, pro rakyat, pro petani, dsb. Klaim-klaim yang mengikuti pasar. Partai ber-asaskan islam sekarang memasang gadis tanpa jilbab sebagai modelnya, partai oposisi melewati batas dengan menjatuhkan partai lainnya, partai pendukung pemerintahan mengklaim berhasil dipemerintahan sekarang, partai berkuasa mencoba tebar pesona keberhasilannya dan melupakan kegagalannya terdahulu. Sudah tak tampak perbedaan seperti pemilu-pemilu selanjutnya. Parpol mengeluarkan semua senjata mautnya! Pindah ideologi pun tak masalah asal kekuasaan jadi miliknya. Ad captanum vulsus. Mengambil perhatian rakyat.
Sekarang partai politik tak ubahnya menjadi sebuah bank. Berinvestasi dengan baligo dan reklame lainnya, lalu mendapat kekuasaan di pemerintahan. Ini terbukti dengan baligo dan reklame sepanjang jalan,klaim-klaim pasar dan koalisi strategis bukan ideologis. Ditambah dengan kewajiban untuk memilih yang disahkan oleh MUI, menjadi senjata bagi mereka yang akan dipilih. Aneh memang, golput tidak diperbolehkan, tetapi berjanji palsu oleh para caleg masih diperbolehkan.
Bingung! Ya itulah yang akan tergambar dari kepala-kepala setiap insan di negeri ibu pertiwi ini. Beratus-ratus pilihan akan terpampang didepan matanya, dan selebaran kertas besar yang harus di isi. Pilih yang mana? Itulah yang aka nada dikepala teman-teman 9 april mendatang. Saya yakin itu. Tapi apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur, orang-orang yang tidak kita inginkan sudah menjadi orang yang harus kita pilih, hamburan uang sudah dihabiskan, buruh-buruh sudah mengerjakan jutaan surat pemilih, ribuan kurir mengantarkan surat suara ke pelosok negeri, uang negara pun sudah dibuang untuk pesta demokrasi. Mubazir? Tentu! Tapi jikalau parpol sudah seperti bank, teman-teman harus berjibaku seperti investor. Yang nantinya akan bisa meminta haknya apabila tidak dipenuhi oleh bank!
Dalam fisafat cina, yin dan yang, menjelaskan bahwa di antara hitam pasti ada putih, dan di antara putih pasti ada hitam. Di antara gerombolan busuk, pasti ada yang baik. Sekarang, tanpa pendidikan politik yang tidak diberikan parpol, teman-teman harus buktikan bahwa dapat memilih yang terbaik! Teriakkanlah bahwa pemilu bukan ajang pergantian kekuasaan, tetapi ajang perubahan! Segala harapan-harapan akan Nusantara, mimpi-mimpi pembangunan, dan keletihan untuk hidup alakadarnya. Kita masih membutuhkan pemilu sebagai momen menaruh harapan kepada wakil rakyat. Periksalah dengan baik kebutuhan teman-teman, mimpikanlah masa depan Indonesia , taruhlah secontreng tinta dalam surat sakral tersebut. Yakinlah teman-teman pemilu bukan hanya simbolik dari demokrasi. Demokrasi sebenarnya adalah ketika pemimpin yang terpilih berkuasa kita dapat mengontrolnya. Kita bukanlah supporter dari pemimpin, tapi adalah raja dari pelayan yang akan melayani. Ya! Itulah demokrasi seperti yang diinginkan oleh bapak demokrasi, M.Hatta,”…rakyat supaya tahu berpikir, supaya tidak lagi tahu membebek saja di belakang pemimpin-pemimpin. Sikap membebek tiada mendukung pergerakan, melainkan menipu pemimpin yang berjuang dimuka”
Komentar