Hari Kemenangan dan Hari Kenangan

Hari minggu kemarin seluruh umat islam di dunia merayakan hari kemenangan setelah satu bulan penuh berpuasa. Hari raya idul fitri tahun ini mempunyai kesan tersendiri bagi saya pribadi karena setahun kemarin sok sibuk sendiri hingga lupa sama hal-hal yang penting bagi saya pribadi, berkumpul bersama keluarga.

Sedikit cerita tentang masa lalu saya pribadi. Sudah empat tahun saya tinggal di kota Bandung, belajar-nongkrong-kuliah-main di ITB. Tapi rasanya baru hari ini saya ingat kembali masa-masa dulu saat SMA mengapa saya punya cita-cita yang teguh untuk bisa kuliah di ITB, yang mungkin hal itulah yang sudah semakin saya lupakan...

Saya lahir dan dibesarkan pada keluarga yang membanggakan kehadiran seorang aktivis. Om saya (kakaknya papa) adalah seorang aktivis ITB tahun '70an. Dan hampir setiap saat keluarga kami berkumpul, sering sekali pembicaraan selalulah berputar mengenai cerita om saya saat mahasiswa bahkan pula kondisi sosial-politik negeri ini. Memang hari-hari kumpul keluarga besar seperti ini jarang terjadi bagi keluarga saya, tapi setiap kali berkumpul selalu memberikan pengaruh yang kuat bagi saya pribadi untuk bisa menjadi orang yang membanggakan layaknya yang dilakukan oleh om saya tersebut. Obrolan-obrolan ini terus menginsepsi pemikiran saya pribadi, bahkan kalau saya harus jujur, dulu prioritas utama saya masuk ITB bukan untuk dapat kuliah, bukan pula mencari prestasi ataupun keunggulan akademik di ITB, tapi ingin jadi seorang aktivis! Saat memilih SAPPK sebagai fakultas saya, pemikiran saat itu hanya terbatas pada ingin masuk prodi arsitektur karena saya pikir saya punya kelebihan dalam menggambar dan enggak mau repot kuliah karena mau sibuk jadi aktivis (padahal kuliah di arsitektur sebenernya sibuk haha). Alhasil, karena ditahun pertama saya baru mengenal ada prodi planologi beserta lingkup studi dan masa depannya barulah saya berpikir untuk mengambil kuliah di planologi sampai sekarang.

Selama kuliah, saya pikir saya lebih sering menghabiskan waktu untuk melengkapi kompetensi jadi seorang aktivis dibanding jadi seorang yang sedang menuntut ilmu dikampus. Saya masih ingat betul pesan ayah saya, kompetensi utama jadi seorang aktivis ialah menulis dan bahasa. Walaupun kompetensi bahasa saya masih belepotan tapi disisi lain saya terus berusaha mengembangkan kemampuan menulis saya, karena memegang teguh cita-cita saya tersebut.

Yah, walaupun sampai sekarang sebenarnya saya sadari betul bahwa kompetensi saya masih jauh dari aktivis kebanyakan yang seumuran dan bercita-cita sama dengan saya hahaha (secara ideologis, wacana, argumentasi, memobilisasi orang, keberanian mengemukakan pendapat, ataupun memiliki jaringan yang luas). Bahkan saya belum pernah bikin aksi massa yang wacananya berasal dari kepala saya pribadi haha memalukan sih harusnya untuk orang yang punya cita-cita jadi aktivis. Tapi dibalik segala kekurangan saya itu, saya pribadi masih yakin bahwa kekuatan cita-cita dan berusaha dengan konsistensi akan mampu menunjukkan hasil yang positif, karena berjuang dan berkontribusi untuk negeri bukan hal yang mudah untuk dilakukan, terlebih dalam dunia pasca-kampus.

Kemarin memang saya sudah pernah jadi ketua sebuah organisasi mahasiswa, tapi bagi saya hal itu belum cukup memuaskan, karena saya bukan ingin bergulat pada organisasi kemahasiswaan tapi bergulat pada dunia pergerakan kemahasiswaan. Pernah pula setelah turun jadi ketua organisasi tersebut ada ajakan dari salah satu teman untuk jadi jendral pergerakan mahasiswa ITB, tapi justru malah saya tolak hahaha, aneh ya? padahal itu sebuah kesempatan emas untuk mencapai cita-cita saya. Tapi refleksi akan kekurangan saya untuk menjadi seorang aktivis tersebut malah justru mendorong saya untuk tidak menangkap kesempatan emas tersebut : saya ingin coba meloncat keluar dari bayang-bayang nama ITB dan berusaha sendiri berjuang untuk negeri ini, saya tidak ingin terus menerus bersembunyi dibalik nama ITB. Yaa walaupun hasilnya belum kelihatan (terkendala tahap pertama) tapi saya nikmati betul pahitnya mencoba berjuang untuk bangsa yang lebih bermartabat pada dunia pascakampus (padahal baru nyoba haha).

Yaa... inilah cerita dari hari kemenangan dan hari kenangan saya, nuansa berkumpul bersama keluarga membuat saya kembali mengingat apa yang ingin dulu saya capai sampai sekarang. Mungkin tidak banyak hikmah yang bisa teman-teman ambil dari tulisan ini (padahal tulisan2 lain juga mungkin enggak ada manfaatnya ya buat teman2 haha), tapi saya harap tulisan yang mengingatkan kembali cita-cita saya dimasa lalu ini bisa pula mengajak teman-teman untuk mengingat dan berusaha mencapai cita-citanya kembali.
lebaran bersama keluarga

Akhir kata, minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin....

Komentar