Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Aktif Mencari Pasar Bebas

Gambar
Tidak ada angin dan tidak ada hujan, pada akhir bulan Oktober 2015, tiba-tiba Presiden Jokowi memberikan sinyal Indonesia bahwa tertarik untuk masuk Trans Pacific Partnership (TPP). Hingga pertengahan bulan November ini, meskipun hujan sudah mulai deras tapi tensi perdebatan akan wacana tersebut justru semakin memanas. Bahasa Presiden sendiri, ketika menyampaikan keinginan untuk ikut serta dalam TPP pun memang sangat diplomatis, sehingga sulit untuk diterjemahkan. Bisa berarti Indonesia benar-benar ingin bergabung ke TPP, tapi bisa juga menandakan penolakan yang halus. Daerah abu-abu ini kemudian menambah semangat pihak-pihak yang pro maupun kontra akan keikutsertaan Indonesia dalam TPP. Pemerintah, terutama Kementrian Perdagangan, beberapa kali memberikan sinyal kepada publik bahwa mereka berada dalam pihak yang pro bergabungnya Indonesia dalam blok perdagangan yang mencakup hingga sepertiga dari total perdagangan dunia. Bahkan Menteri Perdagangan Thomas Lembong, sempat menyatakan

Mencermati Pembiayaan Infrastruktur

Gambar
Ditengah perlambatan ekonomi, publik semakin berharap pembangunan infrastruktur yang dijanjikan oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo dapat segera terlaksana. Setidaknya ada harapan ketika terhitung sudah 22 proyek infrastruktur yang telah melakukan groundbreaking (peletakan batu pertama) dari awal Januari 2015 hingga sekarang. Namun demikian, pertimbangan kebutuhan pembiayaan menjadi konsen utama dan batasan dalam pembiayaan infrastruktur. Di awal kepemimpinan Presiden Jokowi, rencana pembangunan infrastruktur dalam RPJMN 2014-2019 disusun sangat optimis. Melalui perhitungan dari Bappenas (2014), diperkirakan pembangunan infrastruktur dari tahun 2014-2019 akan membutuhkan dibutuhkan Rp 5,519.4 trilliun. Sedangkan Kementrian Keuangan, melalui Badan Kebijakan Fiskal (2015) memperkirakan dibutuhkan sekitar Rp 5,619 trilliun untuk pembangunan infrastruktur. Dari estimasi biaya tersebut, porsi pembiayaan Pemerintah dari APBN yang di patok cukup besar, hingga 40% (Rp 2.216 trilliun) d

Restrukturisasi Dana Bansos

Gambar
Situasi ekonomi dewasa ini semakin tidak bersahabat dengan masyarakat wong cilik. Laporan BPS menyebutkan bahwa jumlah orang miskin pada bulan Maret 2015 bertambah 800 ribu orang bila dibandingkan September 2014. Sehingga masih terdapat 28,5 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun ini. Akan tetapi, perlu diingat bahwa standar garis kemiskinan yang diterapkan di Indonesia masih sangat minimalis. Hanya sebesar Rp 330.776/kapita/bulan (rata-rata nasional). Dalam catatan kami, dari tahun 2006 sampai 2014, bila standar garis kemiskinannya di lipat gandakan dua kali lipat maka jumlah orang miskin di Indonesia bisa meningkat hingga lima kali lipat. Sebagai contoh, pada tahun 2014, jumlah orang yang hidup dibawah garis kemiskinan sebanyak 28 juta jiwa, tapi bila standar garis kemiskinannya di naikkan dua kali lipat maka jumlah orang miskin di Indonesia dapat mencapai 141 juta jiwa. Betul bahwa terjadi perbaikan dalam statistik BPS. Pada bulan Maret 2015 misalnya, jumlah

Pajak e-Commerce

Gambar
Pemerintah tampaknya sangat agresif untuk mengejar target pajak yang telah di susun sangat ambisus dalam APBNP 2015. Salah satu wacana yang di gulirkan untuk meraih target penerimaan pajak ialah melalui memajaki bisnis online atau e-Commerce yang telah mengalami kemajuan di Indonesia. Tidak bisa di pungkiri bahwa kemajuan teknologi informasi dan pertumbuhan masyarakat kelas menengah telah mendorong perkembangan bisnis e-Commerce . Kemunculan berbagai bisnis e-Commerce pun dalam berbagai ragam bentuk. Seperti yang telah diklasifikasikan dalam dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No 62/PJ/2013 (SE-62) yang telah mengadopsi klasifikasi OECD dalam transaksi e-Commerce . Baik sebagai media transaksi barang dan jasa (online marketplace), tempat menjual barang maupun jasa (online retail), ajak promosi barang dagangan (classified ads), maupun sebagai kegiatan yang  menyediakan barang dagangan usaha berupa pembelian voucher (daily deals). Jumlah transaksi dalam bisnis e-Commerce pun berk

Indonesia dan Liberalisasi Investasi

Gambar
Ditengah arus globalisasi, peranan investasi asing semakin krusial bagi pembangunan suatu negara. Termasuk juga bagi negara-negara di kawasan ASEAN. Berdasarkan rasio penanaman modal asing (PMA) ke pembentukan modal tetap bruto (PMTB) selama beberapa tahun terakhir, hampir hampir seluruh negara ASEAN (kecuali Filippina dan Indonesia), memiliki rasio PMA ke PMTB yang lebih besar dibandingkan dengan Tiongkok dan India. Artinya, Negara-negara ASEAN semakin bergantung pada masuknya aliran investasi asing. Untuk mampu menarik investasi asing lebih baik, negara-negara ASEAN menyepakati kesepakatan liberalisasi arus investasi yang tertuang dalam kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dilaksanakan per 1 Januari 2016 nanti. Adapun kesepakatan liberalisasi ASEAN yang tertuang dalam the ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) ialah, pertama, memperkuat proteksi investasi bagi para investor dan investasinya. Kedua, menciptakan fasilitasi dan kerjasama investasi. Ketiga,

Salah Kaprah Utang

Gambar
Data, informasi, dan keyakinan adalah tiga hal yang berbeda. Di Indonesia, persoalan yang sering terjadi bukan hanya persoalan data, tetapi juga informasi dan keyakinan dalam mengambil keputusan. Termasuk, data mengenai utang negara. Masalahnya, semakin buruk interpretasi terhadap data, semakin besar pula terjadinya asimetri informasi, dan memungkinkan terjadinya pengambilan keputusan akan kebijakan publik yang tidak tepat. Setidaknya terdapat dua salah kaprah mengenai utang yang memungkinkan terjadi komunikasi yang salah diartikan. Pertama, hasil rilis dari Bank Indonesia (BI) per tanggal 22 juli 2015. Hasil rilis tersebut menyatakan bahwa telah terjadi perlambatan pertumbuhan utang luar negeri sektor publik (gabungan dari utang pemerintah dan utang BI). Utang luar negeri sektor publik hanya tumbuh 1,0% dari bulan Mei 2014 ke Mei 2015. Melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan utang publik dari April 2014 ke April 2015 yang tumbuh sebesar 1,5%. Data tersebut benar. Namun, i

Mewaspadai Defisit Anggaran

Gambar
Ditengah perlambatan ekonomi, Pemerintah mulai bergerak untuk mendorong daya beli masyarakat. Salah satunya ialah melalui pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk beberapa barang-barang. Kebijakan tersebut perlu di apresiasi sebagai salah satu bentuk sinyal dari Pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang hanya tumbuh 4,7% pada triwulan I kemarin. Namun demikan, kebijakan pembebasan PPnBm untuk beberapa barang sebenarnya melukai target pajak yang telah disusun sebelumnya. Faktanya, pada APBN Perubahan 2015, target Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM misalnya, ditargetkan meningkat hingga 40% dari realisasinya di tahun 2014. Terlebih, realisasi penerimaan PPN dan PPnBm di akhir bulan Mei 2015 juga sebenarnya berada dibawah realisasinya pada bulan Mei 2014. Bila pada bulan Mei 2014 realisasi PPN dan PPnBM mampi mencapai Rp 150 trilliun, pada bulan mei 2015, realisasinya hanya Rp 141 trilliun. Realisasi penerimaan yan

Dilema BPJS dan Ruang Swasta

Gambar
Bagi siapapun yang bergerak di dunia kesehatan, pasti memahami bahwa BPJS memiliki masa depan yang cerah di Indonesia. Masalahnya, seperti bayi yang berjalan masih meronta-ronta, BPJS masih memikul pelbagai persoalan yang menghambatnya untuk maju. Faktanya, BPJS memang menghasilkan dilema bagi seluruh pelaku usaha kesehatan yang turut serta berperan (lebih banyak rumah sakit pemerintah) maupun tidak berperan didalam BPJS (kebanyakan rumah sakit swasta). Tidak sedikit rumah sakit swasta lain yang semakin dirugikan dari keberadaan BPJS. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat beralih menggunakan layanan BPJS. Bahkan, Saking di anggap merugikan bagi pelaku sektor swasta, beberapa pihak dari sektor swasta kesehatan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi karena menganggap BPJS memonopoli usaha asuransi kesehatan. Persoalan yang dihadapi oleh pelaku usaha kesehatan yang berperan di BPJS pun tidak kalah berat. Claim-ratio sudah di atas 100 persen. Artinya, dana yang tersedia dar

Industri Tanpa Rekayasa Kebijakan

Gambar
John Maynar Keynes puluhan tahun lalu pernah bertanya: When the facts change, I change my mind. What do you do, sir? . Pertanyaan itu wajar ditanyakan ketika fakta mengutarakan bahwa persoalan-persoalan lama tidak dapat di selesaikan dengan pemikiran lama. Sayangnya, di Indonesia proses merubah pemikiran lama sangat sulit untuk dilakukan. Seruan perubahan pun hanya nyaring terdengar.  Kebijakan-kebijakan yang baru terbit biasanya hanya mengemas kebijakan-kebijakan lama yang telah terbukti tidak memberikan hasil yang memuaskan. Kebijakan tax allowance melalui PP No. 18 tahun 2015 yang baru juga akan mulai diberlakukan pada 6 Mei 2015 adalah salah satu contoh kebijakan lama yang hanya dibungkus dengan kemasan baru. Sebagai catatan, sejak tahun 2000, sudah terdapat empat kebijakan serupa. Kalau di urut, empat kebijakan tersebut ialah PP No. 148 tahun 2000, PP No. 1 tahun 2007, PP No.62 tahun 2008, dan PP No. 52 tahun 2011. Semua kebijakan tersebut pada dasar sama: pengurangan pe

Menggenjot Kinerja Ekonomi Darah

Gambar
Kisruh antara Gubernur Basuki ‘Ahok’ Tjahja Purnama dengan DPRD semakin memanas. DPRD yang ditunding melakukan manipulasi anggaran oleh Ahok akhirnya memukul balik dalam Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ). Dalam keterangannya, terdapat dua hal yang perlu dikritisi terhadap kinerja Provinsi DKI Jakarta selama tahun 2014, yakni penyerapan anggaran yang rendah dan tidak tercapainya target pendapatan asli daerah (PAD) yang berdampak terhadap defisitnya anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Perdebatan antara kedua pihak kemudian menjadi lebih segar karena kisruh politik mulai masuk pada pengukuran kinerja yang lebih terukur. Tidak sekedar persaingan politik: siapa yang untung, siapa yang rugi, dan siapa yang mendapatkan dukungan lebih banyak. Tapi dapat segera masuk pada kerangka pembangunan kebijakan berdasarkan fakta dan data ( Evidence-based policy ). Sebuah kemajuan berarti dalam pembangunan nasional. Fakta lemahnya kinerja penyerapan anggaran sejati bukan h

#SaveRupiah

Gambar
Rupiah terus terpukul dalam beberapa bulan terakhir, bahkan hampir menembus level psikologis Rp 13.000 per US$ pada pekan ini. Disisi lain, aksi pembelian saham oleh investor asing di pasar modal Indonesia cukup deras dan beberapa kali IHSG terkoreksi dalam pekan yang sama. Persoalan juga melanda kinerja ekspor per bulan Januari 2015 yang mengalami penurunan hingga 9% (yoy). Kinerja ekspor Indonesia memang cenderung mengalami stagnansi sepanjang tahun 2014, padahal dalam kurun waktu yang sama, rupiah terus menerus mendapatkan tekanan hingga mencapai puncaknya sebelum libur natal 2014. Cara pandang dan keyakinan bahwa pelemahan nilai tukar akan dapat mempengaruhi kinerja ekspor seperti yang pernah dilakukan oleh negara-negara maju, mungkin perlu ditelisik kembali dalam konteks Indonesia. Depresiasi nilai tukar rupiah belum tentu menguntungkan secara kumulatif bagi Indonesia. Terlebih, kondisi struktural dalam negeri masih mengalai pelbagai persoalan yang menghambat kinerja eksp

Pendekatan Pembiayaan Infrastruktur

Gambar
Siapapun tidak dapat menyangkal bahwa salah satu persoalan mendasar yang menghambat kemajuan pembangunan nasional dalam beberapa tahun terakhir adalah buruknya performa infrastruktur di Indonesia. Bahkan berbagai institusi dan pengamat juga meyakini bahwa perbaikan infrastruktur akan mampu mendorong peforma ekonomi nasional. Presiden Jokowi beserta jajarannya dalam Kabinet Kerja pun memahami persoalan kurangnya infrastruktur dengan baik. Target pembangunan infrastruktur pun disusun dengan sangat ambisius dalam RPJMN 2015-2019. Setidaknya terdapat beberapa infrastruktur yang ditargetkan akan dibangun selama lima tahun mendatang, seperti 2.650 km jalan baru, 3.258 km jalur kereta api, 1.000 km jalan tol, 49 waduk baru, 15 bandara baru, 2 kilang minyak yang masing-masing berkapasitas 300 ribu barrel, dsb. Sayangnya, walaupun target pembangunan infrastruktur pada periode 2015-2019 lebih ambisius dibandingkan periode 2010-2014, skema pembiayaan pembangunan infrastruktur masih mengg