Kemiskinan 2013: poor policy makes poor people


Terdapat 28,55 juta orang miskin di Indonesia pada bulan September 2013. Satu sisi dari data yang dilansir oleh BPS awal bulan ini, kita harus bersyukur karena jumlah orang miskin di Indonesia terus berkurang, tetapi disisi lain kita harus terus bepikir dan bekerja keras untuk membantu saudara-saudara setanah-air ini untuk bisa lepas dari kemiskinan.

Terdapat dua hal yang menurut saya pribadi menarik untuk teman-teman ketahui dari jumlah penduduk miskin yang terjadi pada tahun 2013: pertama, tentang perkembangan jumlah penduduk miskin pada tahun 2013 dan kedua tentang kemiskinan mempengaruhi kesenjangan di Indonesia.

Terminologi Kemiskinan 
Sebelum masuk inti bahasan, perlu diingatkan bahwa kemiskinan memiliki bermacam-macam terminologinya. Berikut macam-macam terminologi kemiskinan dari berbagai sumber.

Sumber
Definisi Kemiskinan
United Nations
Poverty is a condition resulting from severe deprivation of basic human needs such as food, shelter, safe drinking water, sanitation, health, education and information. Poverty is the process of human development having several dimensions to assess.
Amartya Sen (Pemenang Nobel Ekonomi tahun 1998)
Poverty is characterized by three factors that show lack of access to basic capabilities. They include a lack of being well nourished and healthy,  the lack of capability for healthy reproduction, and the lack of a capability to be educated and knowledgeable.
World Bank
Poverty is pronounced deprivation in well-being, and comprises many dimensions. It includes low incomes and the inability to acquire the basic goods and services necessary for survival with dignity. Poverty also encompasses low levels of health and education, poor access to clean water and sanitation, inadequate physical security, lack of voice, and insufficient capacity and opportunity to better one’s life
Bappenas
Kemiskinan adalah terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan, terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi, terbatasnya akses terhadap air bersih, lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, lemahnya jaminan rasa aman, lemahnya partisipasi, dan besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga
BPS
Kemiskinan adalah terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan, terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi, terbatasnya akses terhadap air bersih, lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, lemahnya jaminan rasa aman, lemahnya partisipasi, dan besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga


Ya tapi okelah, hari ini kita tidak perdebatkan terlebih dahulu tentang definisi kemiskinan. Karena jikalau kita debatkan perbedaan definisi kemiskinan, berarti kita juga debatkan metodologi & metode pengukuran kemiskinan. Semisal pengukuran kemiskinan antara BPS dan World Bank. World Bank dari hasil penelitiannya selama beberapa tahun mengestimasi bahwa garis kemiskinan ialah orang dengan pendapatan US$ 2 per-hari. Dengan perhitungan world bank, di Indonesia pada tahun 2011 terdapat 58% penduduk di Indonesia yang terkategorikan miskin. Sedangkan kalau ikut kiblat BPS, orang yang dikategorikan miskin terdapat 12% dari total populasi.

 Perkembangan Penduduk Miskin 2013 

Sumber: BPS

Sekarang kita amati big picture perkembangan tren kemiskinan di Indonesia yang ada pada gambar diatas terlebih dahulu. Dari tahun 1996-2013, koreksi terhadap penurunan jumlah penduduk miskin (artinya titik pada saat jumlah penduduk miskin naik dari tahun sebelumnya) terjadi dua kali, yakni tahun 1998 dan tahun 2006. Keduanya terkoreksi karena tahun 1998 terjadi krisis moneter dan tahun 2005 terjadi kenaikan harga BBM (dari Rp 2.400,- menjadi Rp 4.500,-).

Tapi kalau kita amati lebih detail lagi, ternyata terjadi pula kenaikan jumlah miskin dari bulan Maret 2013 hingga September 2013. Biasanya jumlah penduduk miskin pada bulan September lebih sedikit dibandingkan dengan bulan Maret sebelumnya, tapi tahun 2013 ini berbeda!

Ada serangkaian kondisi dan kebijakan yang terjadi sepanjang Maret hingga September 2013, mulai dari kenaikan UMR (pada bulan mei), pencabutan subsidi BBM (juni), inflasi tinggi (juli-agustus), kenaikan BI Rate(juni - november), dan melemahnya nilai rupiah (agustus hingga sekarang). Ternyata keseluruhan kondisi dan kebijaksanaan yang ditempuh berpengaruh pada jumlah penduduk miskin di Indonesia! terjadi kenaikan sekitar 500ribu penduduk yang masuk dalam kategori miskin!

Tapi perlu diingat kembali, ternyata jumlah penduduk miskin yang dilansir BPS ini tidak bisa dijadikan patokan. Semisal saat kita berkiblat pada kebijakan BLSM. Kebijakan BLSM membantu 15,530,897 rumah tangga. Jikalau 1 rumah tangga ada 4 orang, maka jumlah yang terbantu oleh BLSM adalah 62,123,588 jiwa. Jumlah ini saja sudah tiga kali lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan menurut BPS.

Orang Miskin di Desa

Pertama silahkan teman-teman perhatikan tabel tentang perbandingan kemiskinan di perkotaan dan perdesaan dibawah ini:


Maret 2013
September 2013
Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan
Perdesaan
Jumlah penduduk miskin (juta)
10,33
17,74
10,63
17,92
Persentase penduduk miskin
8,39 %
14,32 %
8,52 %
14,42 %
Indeks kedalaman kemiskinan (P1)
1,25
2,24
1,41
2,37
Indeks kedalaman kemiskinan (P2)
0,31
0,56
0,31
0,60

Sumber: Rekapitulasi dari BPS

Sekilas kita akan temukan bahwasanya secara kumulatif, lebih banyak ditemukan orang miskin di perdesaan dibandingkan di perkotaan. Padahal harus kita ingat lagi kalau ada sekitar 53% jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan.

Kalau kita gunakan kembali standar perhitungan BPS yakni kemiskinan diukur berdasarkan daya belinya terhadap makanan dan bukan makanan dan pelajaran yang terjadi selama ini bahwa kemiskinan lebih banyak terjadi akibat pengaruh bahan makanan. Berarti ketahanan pangan memiliki kontribusi yang siginifikan dalam menentukan orang A & B ini miskin atau tidak.

Ingat, makanan diproduksi dari sektor pertanian, dimana sektor pertanian lebih banyak berada di perdesaan. Dari sini bisa kita simpulkan bahwa jikalau sektor pertanian (yang lebih banyak berada di perdesaan) tidak segera dibenahi (dengan melakukan kebijakan-kebijakan yang pro-pertanian seperti land reform, subsidi pupuk, peningkatan kualitas dan produktivitas pertanian, kesejahteraan petani, dsb), bisa kita katakan bahwa kemiskinan akan terus terjadi di Indonesia.

Dan permasalahan tidak hanya akan berhenti pada kemiskinan. Kemiskinan di perdesaan dan terbengkalainya sektor pertanian akan mengakibatkan semakin tingginya laju urbanisasi, semakin besarnya jurang kesenjangan, rusaknya lingkungan hidup (akibat banyaknya alih fungsi pertanian), dan kurangnya pasokan pangan (dan memungkinkan terjadi krisis pangan).

**
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Kemiskinan adalah corak khas yang menempel pada Negara berkembang, termasuk Indonesia. Kemiskinan tahun 2013 adalah bukti government failure dalam mengatasi kemiskinan. Rangkaian kondisi dan kebijaksanaan yang terjadi justru menambah 500ribu penduduk miskin.

Kadang kalau kita lihat satu orang miskin berdiri dihadapan kita, kita akan merasa iba dan serangkaian pertanyaan muncul dari dalam diri kita: mengapa orang ini tidak punya kemauan untuk maju, mengapa orang ini mentalnya lemah, mengapa orang ini tidak berusaha lebih keras, dan lain sebagainya pertanyaan yang mungkin akan muncul. Tapi kalau kita tahu ada 28 juta orang miskin, mungkin kita bisa jadi berpikir: jangan-jangan mereka ini adalah korban dari kebijakan yang payah. Poor people are not those who were borned to be poor, but they are tipically the victim of poor policy

 nb: Penulis adalah seorang fakir ilmu pengetahuan

Komentar